Penggunaan ilmu geologi teknik didalam perencanaan teknik sipil
BAB I
TAHAP PERENCANAAN IRIGASI
A. TAHAP STUDI
Dalam Tahap Studi ini
konsep proyek dibuat dan dirinci mengenai irigasi pertanian ini pada prinsipnya
akan didasarkan pada faktor-faktor tanah, air dan penduduk, namun juga akan
dipelajari berdasarkan aspek-aspek lain. Aspek-aspek ini antara lain meliputi
ekonomi rencana nasional dan regional, sosiologi dan ekologi. Berbagai studi
dan penyelidikan akan dilakukan. Banyaknya aspek yang akan dicakup dan
mendalamnya penyelidikan yang diperlukan akan berbeda-beda dari proyek yang
satu dengan proyek yang lain.
SA : Studi awal
SI : Studi identifikasi
SP : Studi pengenalan
SK : Studi kelayakan
PP : Perencanaan
pendahuluan
PD : Perencanaan detail
RI : Rencana induk
Klasifikasi sifat-sifat
proyek dapat ditunjukkan dengan matriks sederhana (lihat Gambar 3.2).
'Ekonomis' berarti bahwa
keuntungan dan biaya proyek merupakan data evaluasi yang punya arti penting.
'Nonekonomis' berarti
jelas bahwa proyek menguntungkan. Faktor-faktor sosio-politis mungkin ikut memainkan
peran; proyek yang bersangkutan memenuhi kebutuhan daerah (regional).
Pada dasarnya semua proyek
harus dianalisis dari segi ekonomi. Oleh sebab itu, kombinasi 4 tidak
realistis.
Sebagaimana sudah
dikatakan dalam pasal 3.1, kadang-kadang dapat dibuat kombinasi antara beberapa
taraf. Misalnya, kombinasi antara taraf Identifikasi dan taraf Pengenalan dalam
suatu proyek ekaguna adalah sangat mungkin dilakukan.
Berhubung studi berikutnya
akan menggunakan data-data yang dikumpulkan selama taraf-taraf sebelumnya,
adalah penting bagi lembaga yang berwenang untuk mencek dan meninjau kembali
data-data tersebut agar keandalannya tetap terjamin. Demikian juga lembaga yang
berwenang hendaknya mencek dan meninjau kembali hasil-hasil studi yang lebih
awal sebelum memasukkannya ke dalam studi mereka sendiri.
Bagan arus yang diberikan
pada Gambar 3.3 menunjukkan hubungan antara berbagai taraf dalam Tahap Studi
dan Tahap Perencanaan.
1. Studi
awal
Ide untuk menjadikan suatu
daerah menjadi daerah irigasi datang dari lapangan atau kantor. Konsep atau
rencana membuat suatu proyek terbentuk melalui pengamatan kesempatan fisik di
lapangan atau melalui analisa data-data topografi dan hidrologi.
Data-data yang berhubungan
dengan daerah tersebut dikumpulkan (peta, laporan, gambar dsb) dan dianalisis;
hubungannya dengan daerah irigasi di dekatnya kemudian dipelajari. Selanjutnya
dibuat rencana garis besar dan pola pengembangan beserta laporannya. Ketelitian
yang dicapai sepenuhnya bergantung kepada data dan keterangan/informasi yang
ada.
2. Studi
identifikasi
Dalam Studi Identifikasi
hasil-hasil Studi Awal diperiksa di lapangan untuk membuktikan layak-tidaknya
suatu rencana proyek.
Dalam taraf lapangan ini
proyek akan dievaluasi sesuai dengan garis besar dan tujuan pengembangan proyek
yang ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Sumber Daya Air. Tujuan tersebut
meliputi aspek-aspek berikut:
·
§ Kesuburan tanah
·
§ Tersedianya air dan air yang
dibutuhkan (kualitas dan kuantitas) populasi sawah, petani (tersedia dan
kemauan)
·
§ Pemasaran produksi
·
§ Jaringan jalan dan komunikasi
·
§ Status tanah
·
§ Banjir dan genangan
·
§ Lain-lain (potensi
transmigrasi, pertimbangan-pertimbangan nonekonomis)
Studi Identifikasi harus
menghasilkan suatu gambaran yang jelas mengenai kelayakan (teknis) proyek yang
bersangkutan. Akan tetapi studi ini akan didirikan pada data yang terbatas dan
survei lapangan ini akan bersifat penjajakan/eksploratif, termasuk penilaian
visual mengenai keadaan topografi daerah itu. Tim identifikasi harus terdiri dari
orang-orang profesional yang sudah berpengalaman. Tim ini paling tidak terdiri
dari :
·
§ seorang ahli irigasi
·
§ seorang perencana pertanian
·
§ seorang ahli geoteknik, jika
aspek-aspek geologi teknik dianggap penting dan jika diperkirakan akan dibuat
waduk.
Studi Identifikasi akan
didasarkan pada usulan (proposal) proyek yang dibuat pada taraf Studi Awal.
Studi Identifikasi akan menilai kelayakan dari usulan tersebut serta menelaah
ketujuh persyaratan perencanaan yang disebutkan dalam pendahuluan pasal ini.
Selanjutnya hasil dari studi ini akan dituangkan dalam Pola Pengembangan
Irigasi yang merupakan bagian dari Pola Pengembangan Wilayah Sungai.
3. Studi
Pengenalan
Tujuan utama studi ini
ialah untuk memberikan garis besar pengembangan pembangunan multisektor dari
segi-segi teknis yang meliputi hal-hal berikut :
-
Irigasi, hidrologi dan teknik sipil
Pembuatan
rencana induk pengembangan irigasi sebagai bagian dari Rencana Induk
Pengelolaan Sumber Daya Air Wilayah Sungai yang dipadu serasikan dengan RUTR
Wilayah.
-
Agronomi
-
Geologi
-
Ekonomi
-
Bidang-bidang yang berhubungan, seperti misalnya perikanan, tenaga air dan
ekologi.
-
Pengusulan ijin alokasi air irigasi.
Berbagai ahli dilibatkan
di dalam studi multidisiplin ini. Data dikumpulkan dari lapangan dan kantor.
Studi ini terutama menekankan irigasi dan aspek-aspek yang berkaitan langsung
dengan irigasi. Beberapa disiplin ilmu hanya berfungsi sebagai pendukung saja;
evaluasi data dan rencana semua diarahkan ke pengembangan irigasi.
4. Studi
kelayakan
Jika perlu, Studi
Kelayakan bisa didahului dengan Studi Prakelayakan. Tujuan utama Studi
Prakelayakan adalah untuk menyaring berbagai proyek alternatif yang sudah
dirumuskan dalam Studi Pengenalan berdasarkan perkiraan biaya dan keuntungan
yang dapat diperoleh. Alternatif untuk studi lebih lanjut akan ditentukan. Pada
taraf ini tidak diadakan pengukuran lapangan, tetapi hanya akan dilakukan
pemeriksaan lapangan saja.
Tujuan utama studi
kelayakan adalah untuk menilai kelayakan pelaksanaan untuk proyek dilihat dari
segi teknis dan ekonomis. Studi kelayakan bertujuan untuk :
§ Memastikan bahwa
penduduk setempat akan mendukung dilak sanakannya proyek yang bersangkutan;
§ Memastikan bahwa
masalah sosial dan lingkungan lainnya bisa diatasi tanpa kesulitan tinggi
§ Mengumpulkan dan
meninjau kembali hasil-hasil studi yang telah dilakukan sebelumnya;
§ Mengumpulkan serta
menilai mutu data yang sudah tersedia;
· Para petani pemakai air
sekarang dan di masa mendatang
· Topografi
· Curah hujan dan aliran
sungai
· Pengukuran tanah
· Status tanah dan hak
atas air
· Kebutuhan air tanaman
dan kehilangan-kehilangan air
· Polatanam dan panenan
· Data-data geologi teknik
untuk bangunan
· Biaya pelaksanaan
· Harga beli dan harga
jual hasil-hasil pertanian
§ Menentukan
data-data lain yang diperlukan;
§ Memperkirakan
jumlah air rata-rata yang tersedia serta jumlah air di musim kering;
§ Menetapkan luas
tanah yang cocok untuk irigasi;
§ Memperkirakan
kebutuhan air yang dipakai untuk keperluankeperluan nonirigasi;
§ Menunjukkan satu
atau lebih pola tanam dan intensitas (seringnya) tanam sesuai dengan air dan
tanah irigasi yang tersedia, mungkin harus juga dipertimbangkan potensi tadah
hujan dan penyiangan; mempertimbangkan pemanfaatan sumber daya air untuk
berbagai tujuan;
§ Pemutakhiran ijin
alokasi air irigasi
§ Membuat
perencanaan garis besar untuk pekerjaan yang diperlukan; memperkirakan biaya
pekerjaan, pembebasan tanah dan eksploitasi;
§ Memperkirakan
keuntungan langsung maupun tak langsung serta dampak yang ditimbulkannya
terhadap lingkungan;
§ Melakukan analisis
ekonomi dan keuangan;
§ Jika perlu,
bandingkan ukuran-ukuran alternatif dari rencana yang sama, atau satu dengan
yang lain, bila perlu siapkan neraca air untuk rencana-rencana alternatif,
termasuk masing-masing sumber dan kebutuhan, jadi pilihlah pengembangan yang
optimum.
B. Tahap
Perencanaan
1. Peta
topografi
Program pemetaan dimulai
dengan peninjauan cakupan, ketelitian dan kecocokan peta-peta dan foto udara
yang sudah ada. Lebih Ianjut akan direncanakan pengukuran-pengukuran,
pemotretan udara dan pemetaan dengan ketentuan-ketentuan yang mendetail
Biasanya akan dibuat sebuah peta topografi baru yang dilengkapi dengan
garis-garis tinggi untuk proyek-itu.
Peta topografi itu
terutama akan digunakan dalam pembuatan tata letak pendahuluan jaringan irigasi
yang bersangkutan. Peta-peta topografi dibuat dengan skala 1: 25.000 untuk tata
letak umum, dan 1 : 5.000 untuk tata letak detail
Pemetaan topografi
sebaiknya didasarkan pada foto udara terbaru, dengan skala foto sekitar 1 :
10.000. Hal ini akan mempermudah perubahan petapeta ortofoto atau mosaik yang
dilengkapi dengan garis-garis ketinggian yang memperlihatkan detail lengkap
topografi Seandainya tidak belum tersedia foto udara dan pembuatan foto udara
baru akan meminta terlalu banyak biaya, maka sebagai gantinya dapat dibuat peta
terestris yang dilengkapi dengan garis-garis tinggi .
Bila foto udara tersebut
dibuat khusus untuk proyek, maka skalanya adalah sekitar 1:10.000, digunakan
baik untuk taraf perencanaan maupun studi kelayakan. Biasanya pembuatan peta
untuk proyek irigasi seluas 10.000 ha atau lebih, didasarkan pada hasil
pemotretan udara.
2.
Perencanaan pendahuluan
Tujuan yang akan dicapai
oleh tahap perencanaan pendahuluan adalah untuk menentukan lokasi dan
ketinggian bangunan-bangunan utama, saluran irigasi dan pembuang, dan luas
daerah layanan yang kesemuanya masih bersifat pendahuluan. Walaupun tahap ini
masih disebut perencanaan "pendahuluan", namun harus dimengerti bahwa
hasilnya harus diusahakan setepat mungkin.
Pekerjaan dan usaha yang
teliti dalam tahap perencanaan pendahuluan akan menghasilkan perencanaan detail
yang bagus.
Hasil perencanaan
pendahuluan yang jelek sering tidak diperbaiki lagi dalam taraf perencanaan
detail demi alasan-alasan praktis.
Pada taraf perencanaan
pendahuluan akan diambil keputusan-keputusan mengenai:
§ Lokasi
bangunan-bangunan utama dan bangunan-bangunan silang utama. Tata letak jaringan
§ Perencanaan
petak-petak tersier
§ Pemilihan
tipe-tipe bangunan
§ Trase dan potongan
memanjang saluran
§ Pengusulan garis
sempadan saluran pendahuluan
Perekayasa juga diwajibkan
untuk mencek hasil-hasil pengukuran topografi di lapangan. Pemeriksaan ini
harus mencakup hasil pengukuran trase dan elevasi saluran yang direncana.
Elevasi harus dicek setiap interval 400 m. Ketelitian peta garis-garis tinggi
harus dicek.
Selain cek trase dan
elevasi saluran pencekan lapangan harus mencakup hasil-hasil pengukuran ulang
ketinggian-ketinggian penting yang dilakukan pada tarat perencanaan
pendahuluan, misalnya bangunan utama, bangunan-bangunan silang utama, beberapa
benchmark, dan alat pencatat otomatis tinggi muka air.
Perencanaan pendahuluan
meliputi:
§ Tata letak dengan
skala 1: 25.000 dan presentasi detail dengan skala 1 : 5.000
§ Potongan memanjang
yang diukur di lapangan dengan perkiraan ukuran-ukuran potongan melintang dari
peta garis tinggi serta garis sempadan saluran.
§ Tipe-tipe bangunan
§ Perencanaan
bangunan utama
§ Perencanaan
bangunan-bangunan besar.
C. Taraf
Perencanaan Akhir
a.
Pengukuran dan penyelidikan
1. Pengukuran
topografi
Pengukuran trase saluran
dilakukan menyusul masuknya hasil-hasil tahap perencanaan pendahuluan. Adalah
penting bahwa untuk pengukuran sipat datar trase saluran hanya dipakai satu
basis (satu tinggi benchmark acuan). Tahap ini telah selesai dan menghasilkan
peta tata letak dengan skala 1 : 5.000 di mana trase saluran diplot.
Ahli irigasi harus sudah
menyelidiki trase ini sampai lingkup tertentu dan sudah memahami
ketentuan-ketentuan khusus pengukuran (lihat pasal 3.3.1.b).
Pengukuran-pengukuran
situasi juga dilaksanakan pada taraf ini yang meliputi:
§ Saluran-pembuang
silang yang besar di mana topografi terlalu tidak teratur untuk menentukan
lokasi as saluran pada lokasi persilangan;
§ - Lokasi
bangunan-bangunan khusus.
Di sini ahli irigasi harus
memberikan ketentuan-ketentuan/spesifikasi dan bertanggung jawab atas
hasil-hasilnya.
2.
Penyelidikan Geologi Teknik
Informasi mengenai geologi
teknik yang diperlukan untuk perencanaan dikhususkan pada kondisi geologi,
subbase (pondasi) daya dukung tanah, kelulusan (permeabilitas) dan
daerah-daerah yang mimgkin dapat dijadikan lokasi sumber bahan timbunan.
Pada tahap studi penilaian
pendahuluan mengenai karakteristik geologi teknik dan geologi dibuat
berdasarkan data-data yang ada dan inspeksi penyelidikan lapangan. Penyelidikan
detail dirumuskan segera setelah rencana pendahuluan pekerjaan teknik
diselesaikan.
Sering terjadi bahwa
penyelidikan pondasi bangunan ini dilakukan terbatas sampai pada bangunan utama
saja jika perlu dengan cara pemboran atau penyelidikan secara elektrik. Namun
demikian, dalam beberapa hal lokasi bangunan besar mungkin juga memerlukan
penyelidikan geologi teknik sehubungan dengan terdapatnya keadaan subbase yang
lemah. Penyelidikan saluran sering terbatas hanya sampai pada tes-tes yang
sederhana, misalnya pemboran tangan.Untuk saluran-saluran pada galian atau
timbunan tinggi dengan keadaan tanah yang jelek, akan diperlukan
penyelidikan-penyelidikan yang lebih terinci.
Ketentuan-ketentuan
penyelidikan ini dan ruang lingkup pengukurannya akan dirancang oleh ahli
irigasi berkonsultasi dengan ahli geologi dan ahli mekanika tanah yang
bertanggung jawab atas pelaksanaan penyelidikan tersebut.Analisis dan evaluasi
datanya akan dikerjakan oleh ahli geologi teknik dan hasilnya harus siap pakai
untuk perencanaan. Dari awal keikutsertaannya, ahli itu harus memiliki
pengetahuan yang jelas mengenai bangunan-bangunan yang direncanakan. Akan
tetapi, perencanaan akhir diputuskan oleh perencana.
Perlu diingat bahwa
sebagian dari kegiatan-kegiatan penyelidikan geologi teknik di atas, telah
dilakukan untuk studi kelayakan proyek. Biasanya data-data ini tidak cukup
untuk perencanaan detail, khususnya yang menyangkut pondasi bangunan-bangunan
besar.
3.
Penyelidikan hidrolis model
Untuk perencanaan jaringan
irigasi penyelidikan model hidrolis mungkin hanya diperlukan untuk
bangunan-bangunan utama dan beberapa bangunan besar di dalam jaringan itu. Pada
umumnya penyelidikan dengan model diperlukan apabila rumus teoritis dan empiris
aliran tidak bisa merumuskan pola aliran penggerusan lokal dan angkutan sedimen
di sungai. Selanjutnya penyelidikan hidrolis model akan membantu menentukan
bentuk hidrolis, bangunan utama dan pekerjaan sungai di ruas sungai sebelahnya.
Perencanaan pendahuluan
untuk bangunan utama akan didasarkan pada kriteria teoritis dan empiris.
Apabila penyelidikan dengan model memang diperlukan, maka ahli irigasi akan
merumuskan program dan ketentuan-ketentuan tes dan penyelidikan setelah
berkonsultasi dahulu dengan pihak laboratorium. Penyelidikan dengan model
tersebut harus menghasilkan petunjuk-petunjuk yang jelas mengenai modifikasi
terhadap perencanaan pendahuluan. Perencanaan, akhir akan diputuskan oleh
perencana berdasarkan hasil-hasil penyelidikan dengan model.
b. Perencanaan
dan laporan akhir
Pembuatan perencanaan
akhir merupakan tahap terakhir dalam Perencanaan Jaringan lrigasi. Dalam tahap
ini gambar-gambar tata letak, saluran dan bangunan akan dibuat detail akhir.
Tahap perencanaan akhir akan disusul dengan perkiraan biaya, program dan metode
pelaksanaan, pembuatan dokumen tender dan pelaksanaan. Perencanaan akhir akan
disajikan sebagai laporan perencanaan yang berisi semua data yang telah
dijadikan dasar perencanaan tersebut serta kriteria yang diterapkan, maupun gambar-gambar
perencanaan dan rincian volume dan biaya (bill of quantities). Laporan itu juga
memuat informasi mengenai urut-urutan pekerjaan pelaksanaan dan ekspoitasi dan
pemeliharaan jaringan irigasi.
Perubahan trase saluran
dan posisi bangunan irigasi dimungkinkan karena pertimbangan topografi dan
geoteknik untuk itu garis sempadan saluran harus disesuaikan dengan perubahan
tersebut.
BAB II
JARINGAN
IRIGASI
A.
Tingkat-tingkat Jaringan Irigasi
1. Unsur
dan tingkatan Jaringan
Dalam konteks Standarisasi
Irigasi ini, hanya irigasi teknis saja yang ditinjau. Bentuk irigasi yang lebih
maju ini cocok untuk dipraktekkan di sebagian besar pembangunan irigasi di
Indonesia.
Dalam suatu jaringan
irigasi dapat dibedakan adanya empat unsur fungsional pokok, yaitu:
§ Bangunan-bangunan
utama (headworks) di mana air diambil dari sumbernya, umumnya sungai atau
waduk,
§ Jaringan pembawa
berupa saluran yang mengalirkan air irigasi ke petak-petak tersier,
§ Petak-petak
tersier dengan sistem pembagian air dan sistem pembuangan kolektif, air irigasi
dibagi-bagi dan dialirkan kesawah-sawah dan kelebihan air ditampung di dalam
suatu sistem pembuangan di dalam petak tersier;
§ Sistem pembuang
berupa saluran dan bangunan bertujuan untuk membuang kelebihan air dari sawah
ke sungai atau saluran-saluran alamiah.
2.
lrigasi Sederhana
Di dalam irigasi
sederhana, lihat gambar 1.1 pembagian air tidak diukur atau diatur, air lebih
akan mengalir ke saluran pembuang. Para petani pemakai air itu tergabung dalam
satu kelompok jaringan irigasi yang sama, sehingga tidak memerlukan
keterlibatan pemerintah di dalam organisasi jaringan irigasi semacam ini.
Persediaan air biasanya berlimpah dengan kemiringan berkisar antara sedang
sampai curam. Oleh karena itu hampir-hampir tidak diperlukan teknik yang sulit
untuk sistem pembagian airnya.
Jaringan irigasi yang
masih sederhana itu mudah diorganisasi tetapi memiliki kelemahan-kelemahan yang
serius. Pertama-tama, ada pemborosan air dan, karena pada umumnya jaringan ini
terletak di daerah yang tinggi, air yang terbuang itu tidak selalu dapat
mencapai daerah rendah yang lebih subur.
3.
Jaringan irigasi semiteknis
Dalam banyak hal,
perbedaan satu-satunya antara jaringan irigasi sederhana dan jaringan semiteknis
adalah bahwa jaringan semiteknis ini bendungnya terletak di sungai lengkap
dengan bangunan pengambilan dan bangunan pengukur di bagian hilirnya. Mungkin
juga dibangun beberapa bangunan permanen di jaringan saluran. Sistem pembagian
air biasanya serupa dengan jaringan sederhana (lihat Gambar 1.2). Adalah
mungkin bahwa pengambilan dipakai untuk melayani/mengairi daerah yang lebih
luas dari daerah layanan pada jaringan sederhana. Oleh karena itu biayanya
ditanggung oleh lebih banyak daerah layanan. Organisasinya akan lebih rumit
jika bangunan tetapnya berupa bangunan pengambilan dari sungai, karena
diperlukan lebih banyak keterlibatan dari pemerintah, dalam hal ini Departemen
Pekerjaan Umum.
4.
Jaringan irigasi teknis
Salah satu prinsip dalam
perencanaan jaringan teknis adalah pemisahan antara jaringan irigasi dan
jaringan pembuang/pematus. Hal ini berarti bahwa baik saluran irigasi maupun
pembuang tetap bekerja sesuai dengan fungsinya masing-masing, dari pangkal
hingga ujung. Petak tersier menduduki fungsi sentral dalam jaringan irigasi
teknis.
Sebuah petak tersier
terdiri dari sejumlah sawah dengan luas keseluruhan yang idealnya maksimum 50
ha, tetapi dalam keadaan tertentu masih bisa ditolerir sampai seluas 75 ha.
Perlunya batasan luas petak tersier yang ideal hingga maksimum adalah agar
pembagian air di saluran tersier lebih efektif dan efisien hingga mencapai
lokasi sawah terjauh.
Permasalahan yang banyak
dijumpai di lapangan untuk petak tersier dengan luasan lebih dari 75 ha antara
lain:
§ dalam proses
pemberian air irigasi untuk petak sawah terjauh sering tidak terpenuhi.
§ kesulitan dalam
mengendalikan proses pembagian air sehingga sering terjadi pencurian air,
§ banyak petak
tersier yang rusak akibat organisasi petani setempat yang tidak terkelola
dengan baik.
Semakin kecil luas petak
dan luas kepemilikan maka semakin mudah organisasi setingkat P3A/GP3A untuk
melaksanakan tugasnya dalam melaksanakan operasi dan pemeliharaan. Petak
tersier menerima air di suatu tempat dalam jumlah yang sudah diukur dari suatu
jaringan pembawa yang diatur oleh Institusi Pengelola Irigasi.
Pembagian air di dalam
petak tersier diserahkan kepada para petani. Jaringan saluran tersier dan
kuarter mengalirkan air ke sawah. Kelebihan air ditampung di dalam suatu jaringan
saluran pembuang tersier dan kuarter dan selanjutnya dialirkan ke jaringan
pembuang primer.
Jaringan irigasi teknis
memungkinkan dilakukannya pengukuran aliran, pembagian air irigasi dan
pembuangan air lebih secara efisien.
Jika petak tersier hanya
memperoleh air pada satu tempat saja dari jaringan (pembawa) utama, hal ini
akan memerlukan jumlah bangunan yang lebih sedikit di saluran primer,
eksploitasi yang lebih baik dan pemeliharaan yang lebih murah dibandingkan
dengan apabila setiap petani diizinkan untuk mengambil sendiri air dari
jaringan pembawa.
Kesalahan dalam
pengelolaan air di petak-petak tersier juga tidak akan mempengaruhi pembagian
air di jaringan utama.
Dalam hal-hal khusus,
dibuat sistem gabungan (fungsi saluran irigasi dan pembuang digabung). Walaupun
jaringan ini memiliki keuntungan tersendiri, dan kelemahan-kelemahannya juga
amat serius sehingga sistem ini pada umumnya tidak akan diterapkan.
Keuntungan yang dapat
diperoleh dari jaringan gabungan semacam ini adalah pemanfaatan air yang lebih
ekonomis dan biaya pembuatan saluran lebih rendah, karena saluran pembawa dapat
dibuat lebih pendek dengan kapasitas yang lebih kecil.
Kelemahan-kelemahannya
antara lain adalah bahwa jaringan semacam ini lebih sulit diatur dan
dioperasikan sering banjir, lebih cepat rusak dan menampakkan pembagian air
yang tidak merata. Bangunan-bangunan tertentu di dalam jaringan tersebut akan
memiliki sifat-sifat seperti bendung dan relatif mahal.
BAB III
BANGUNAN IRIGASI
A. BANGUNAN
BAGI DAN SADAP
1.
Bangunan Bagi
Apabila air irigasi dibagi
dari saluran primer sekunder, maka akan dibuat bangunan bagi. Bangunan bagi
terdiri dari pintu-pintu yang dengan teliti mengukur dan mengatur air yang
mengalir ke berbagai saluran.
2.
Bangunan Pengatur
Bangunan pengatur akan
mengatur muka air saluran di tempat-tempat di mana terletak bangunan sadap dan
bagi. Tabel 4.1 memberikan perbandingan bangunan-bangunan pengatur muka air.
Khususnya di
saluran-saluran yang kehilangan tinggi energinya harus kecil (misal di
kebanyakan saluran garis tinggi), bangunan pengatur harus direncana sedemikian
rupa sehingga tidak banyak rintangan sewaktu terjadi debit rencana. Di
saluran-saluran sekunder dimana kehilangan tinggi energi tidak merupakan
hambatan, bangunan pengatur dapat direncana tanpa menggunakan
pertimbangan-pertimbangan di atas. Satu aspek penting dalam perencanaan
bangunan adalah kepekaannya terhadap variasi muka air. Kadang – kadang lebih
menguntungkan dengan menggabung beberapa tipe bangunan utama : mercu tetap
dengan pintu aliran bawah atau skot balok dengan pintu. Kombinasi ini terutama
antara bangunan yang mudah dioperasikan dengan tipe yang tak mudah atau sulit
dioperasikan. Oleh sebab itu, mercu tetap kadang – kadang dikombinasi dengan
salah satu dari bangunan – bangunan pengatur lainnya, misalnya sebuah pintu
dapat dipasang di sebelah mercu tetap. Khususnya bangunan – bangunan yang
dibuat di saluran yang tinggi energinya harus dijaga agar tetap kecil,
sebaiknya direncana tanpa mercu. Dengan demikian, sedimen bisa lewat tanpa
hambatan dan kehilangan tinggi energi minimal. Lebar bangunan pengatur
berkaitan dengan kehilangan tinggi energi yang diizinkan serta biaya
pelaksanaan : bangunan yang lebar menyebabkan sedikit kehilangan tinggi energi
dibanding bangunan yang sempit, tetapi bangunan yang lebar lebih mahal
(diperlukan lebih Kriteria Perencanaan – Bangunan banyak pintu). Untuk saluran
primer garis tinggi, kehilangan tinggi energi harus tetap kecil : 5 sampai 10
cm. Akibatnya bangunan pengatur di saluran primer lebar. Saluran sekunder
biasanya tegak lurus terhadap garis – garis kontur dan oleh sebab itu,
kehilangan tinggi energi lebih besar dan bangunan pengaturnya lebih sempit.
Guna mengurangi kehilangan tinggi energi dan sekaligus mencegah penggerusan, disarankan
untuk membatasi kecepatan di bangunan pengatur sampai kurang lebih 1,5 m/dt.
Dalam merencanakan
bangunan pengatur, kita hendaknya selalu menyadari kemungkinan terjadinya
keadaan darurat seperti debit penuh sementara pintu – pintu tertutup.
3.
Bangunan Sadap
a.
Bangunan Sadap Sekunder
Bangunan sadap sekunder
akan memberi air ke saluran sekunder dan oleh sebab itu, melayani lebih dari
satu petak tersier. Kapasitas bangunan – bangunan sadap ini secara umum lebih
besar daripada 0,250 m3/dt.
Ada empat tipe bangunan
yang dapat dipakai untuk bangunan sadap sekunder, yakni :
§ Alat ukur Romijn
§ Alat ukur Crump-de
Gruyter
§ Pintu aliran bawah
dengan alat ukur ambang lebar
§ Pintu aliran bawah
dengan alat ukur Flume
Tipe mana yang akan
dipilih bergantung pada ukuran saluran sekunder yang akan diberi air serta
besarnya kehilangan tinggi energi yang di-izinkan.
Untuk kehilangan tinggi
energi kecil, alat ukur Romijn dipakai hingga debit sebesar 2 m3/dt ; dalam hal
ini dua atau tiga pintu Romijn dipasang bersebelahan. Untuk debit-debit yang
lebih besar, harus dipilih pintu sorong yang dilengkapi dengan alat ukur yang
terpisah, yakni alat ukur ambang lebar.
Bila tersedia kehilangan
tinggi energi yang memadai, maka alat ukur Crump-de Gruyter merupakan bangunan
yang bagus. Bangunan ini dapat direncana dengan pintu tunggal atau banyak pintu
dengan debit sampai sebesar 0,9 m3/dt setiap pintu.
b.
Bangunan Sadap Tersier
Bangunan sadap tersier
akan memberi air kepada petak-petak tersier. Kapasitas bangunan sadap ini
berkisar antara 50 l/dt sampai 250 l/dt Bangunan sadap yang paling cocok adalah
alat ukur Romijn, jika muka air hulu diatur dengan bangunan pengatur dan jika
kehilangan tinggi energi merupakan masalah.
Bila kehilangan tinggi
energi tidak begitu menjadi masalah dan muka air banyak mengalami fluktuasi,
maka dapat dipilih alat ukur Crump-de Gruyter. Harga antara debit Qrnaks/Qmin
untuk alat ukur Crump-de Gruyter lebih kecil daripada harga antara debit untuk
pintu Romijn.
Di saluran irigasi yang
harus tetap rnemberikan air selama debit sangat rendah, alat ukur Crump-de
Gruyter lebih cocok karena elevasi pengambilannya lebih rendah daripada elevasi
pengambilan pintu Romijn. Sebagai aturan umum, pemakaian beberapa tipe bangunan
sadap tersier sekaligus di satu daerah irigasi tidak disarankan. Penggunaan
satu tipe bangunan akan lebih mempermudah pengoperasiannya. Untuk bangunan
sadap tersier yang mengambil air dari saluran primer yang besar, di mana
pembuatan bangunan pengatur akan sangat mahal dan muka air yang diperlukan di
petak tersier rendah dibanding elevasi air selama debit rendah disaluran, akan
menguntungkan untuk memakai bangunan sadap pipa sederhana dengan pintu sorong
sebagai bangunan penutup. Debit maksimum melalui pipa sebaiknya didasarkan pada
muka air rencana di saluran primer dan petak tersier. Hal ini berarti bahwa
walaupun mungkin debit terbatas sekali, petak tersier tetap bisa diairi bila
tersedia air di saluran primer pada elevasi yang cukup tinggi untuk mengairi
petak tersebut.
c. Bangunan
Bagi dan Sadap kombinasi Sistem Proporsional
Pada daerah irigasi yang
letaknya cukup terpencil, masalah pengoperasian pintu sadap bukan masalah yang
sederhana, semakin sering jadwal pengoperasian semakin sering juga pintu tidak
dioperasikan. Artinya penjaga pintu sering tidak mengoperasikan pintu sesuai
jadwal yang seharusnya dilakukan. Menyadari keadaan seperti ini untuk mengatasi
hal tersebut ada pemikiran menerapkan pembagian air secara proporsional. Sistem
proporsional ini tidak memerlukan pintu pengatur, pembagi, dan pengukur.
Sistem ini memerlukan
persyaratan khusus, yaitu :
§ Elevasi ambang ke
semua arah harus sama
§ Bentuk ambang
harus sama agar koefisien debit sama
§ Lebar bukaan
proporsional dengan luas sawah yang diairi
Syarat aplikasi sistem ini
adalah :
§ melayani tanaman
yang sama jenisnya (monokultur)
§ jadwal tanam
serentak
§ ketersediaan air
cukup memadai
Sehingga sistem
proporsional tidak dapat diaplikasikan pada sistem irigasi di Indonesia pada
umumnya, mengingat syarat-syarat tersebut di atas sulit terpenuhi.
Menyadari
kelemahan-kelemahan dalam sistem proporsional dan sistem diatur (konvensional),
maka dibuat alternatif bangunan bagi dan sadap dengan kombinasi kedua sistem
tersebut yang kita sebut dengan sistem kombinasi. Bangunan ini dapat berfungsi
ganda yaitu melayani sistem konvensional maupun sistem proporsional. Dalam
implementasi pembagian air diutamakan menerapkan sistem konvensional. Namun
dalam kondisi tertentu yang tidak memungkinkan untuk mengoperasikan pintu-pintu
tersebut, maka diterapkan sistem proporsional.
-
Berdasarkan elevasi sawah tertinggi dari lokasi bangunan-bangunan sadap
tersebut ditentukan elevasi muka air di hulu pintu sadap.
-
Elevasi ambang setiap bangunan sadap adalah sama, yaitu sama dengan elevasi
ambang dari petak tersier yang mempunyai elevasi sawah tertinggi.
4. Tata
Letak Bangunan Bagi dan Sadap
a.
Bentuk Menyamping
Posisi bangunan/pintu
sadap tersier atau sekunder berada disamping kiri atau kanan saluran dengan
arah aliran ke petak tersier atau sekunder mempunyai sudut tegak lurus (pada
umumnya) sampai 45o. Bentuk ini mempunyai kelemahan kecepatan datang kearah
lurus menjadi lebih besar dari pada yang kearah menyamping, sehingga jika
diterapkan sistem proporsional kurang akurat. Sedangkan kelebihannya peletakan
bangunan ini tidak memerlukan tempat yang luas, karena dapat langsung
diletakkan pada saluran tersier/saluran sekunder yang bersangkutan.
b.
Bentuk Numbak
Bentuk Numbak meletakkan
bangunan bagi sekunder, sadap tersier dan bangunan pengatur pada posisi
sejajar, sehingga arah alirannya searah.
Bentuk seperti ini
mempunyai kelebihan kecepatan datang aliran untuk setiap bangunan adalah sama.
Sehingga bentuk ini sangat cocok diterapkan untuk sistem proporsional. Tetapi
bentuk ini mempunyai kelemahan memerlukan areal yang luas, semakin banyak
bangunan sadapnya semakin luas areal yang diperlukan.
B. BANGUNAN –
BANGUNAN PELENGKAP
1.
Tanggul
a.
Kegunaan
Tanggul dipakai untuk
melindungi daerah irigasi dari banjir yang disebabkan oleh sungai, pembuang
yang besar atau laut. Biaya pembuatan tanggul banjir bisa menjadi sangat besar
jika tanggul itu panjang dan tinggi. Karena fungsi lindungnya yang besar
terhadap daerah irigasi dan penduduk yang tinggal di daerah – daerah ini, maka
kekuatan dan keamanan tanggul harus benar – benar diselidiki dan direncana
sebaik – baiknya.
b. Bahan
Biasanya tanggul dibuat
dari bahan timbunan yang digali di dekat atau sejajar dengan garis tanggul.
Apabila galian dibuat sejajar dengan lokasi tanggul, maka penyelidikan untuk
pondasi dan daerah galian dapat dilakukan sekaligus. Untuk tanggul – tanggul
tertentu, mungkin perlu membuka daerah sumber bahan timbunan khusus di luar
lapangan dan mengangkutnya ke lokasi. Jika kondisi tanah tidak stabil mungkin
akan lebih ekonomis untuk memindahkan lokasi tanggul daripada menerapkan metode
pelaksanaan yang mahal.
The Unified Soil
Classification System (Lihat KP – 06 Parameter Bangunan) memberikan sistem yang
sangat bermanfaat untuk menentukan klasifikasi tanah yang perlu diketahui dalam
pelaksanaan tanggul dan pondasi.
c. Debit
Perencanaan
Elevasi tanggul hilir
sungai dari bangunan utama didasarkan pada tinggi banjir dengan periode ulang 5
sampai 25 tahun ( Q 5 tahunan untuk hutan tapi untuk melindungi perkotaan Q 25
tahunan ).
Periode ulang tersebut (5
- 25 tahun) akan ditetapkan berdasarkan jumlah penduduk yang terkena akibat
banjir yang mungkin terjadi, serta pada nilai ekonomis tanah dan semua
prasarananya. Biasanya di sebelah hulu bangunan utama tidak akan dibuat tanggul
sungai untuk melindungi lahan dari genangan banjir.
d. Trase
Tanggul di sepanjang
sungai sebaiknya direncana pada trase pada jarak yang tepat dari dasar air
rendah. Bila hal ini tidak mungkin, maka harus dibuat lindungan terhadap erosi
di sepanjang tanggul.
Adalah perlu untuk membuat
penyelidikan pendahuluan mengenai lokasi tanggul guna menentukan :
1.
Perkiraan muka air banjir (tinggi dan lamanya)
2.
Elevasi tanah yang akan dilindungi
3. Hak
milik yang dilibatkan
4.
Masalah – masalah fisik yang sangat mungkin dijumpai, terutama kondisi tanah
karena ini erat hubungannya dengan kebutuhan pondasi dan galian timbunan.
5. Tata
guna tanah dan peningkatan tanah pertanian guna menilai arti penting daerah
yang akan dilindungi dari segi ekonomi
e.
Tinggi Jagaan
Tinggi rencana tanggul
(Hd) akan merupakan jumlah tinggi muka air rencana (H) dan tinggi jagaan (Hf).
Ketinggian yang dibuat itu termasuk longgaran untuk kemungkinan penurunan (Hs),
yang akan bergantung kepada pondasi serta bahan yang dipakai dalam pelaksanaan.
Tinggi muka air rencana yang sebenarnya didasarkan pada profil permukaan air.
Tinggi jagaan (Hf)
merupakan longgaran yang ditambahkan untuk tinggi muka air yang diambil,
termasuk atau tidak termasuk tinggi gelombang.
f.
Lebar Atas
Untuk tanggul tanah yang
direncana guna mengontrol kedalaman air ≤ 1,50 m, lebar atas minimum tanggul
dapat diambil 1,50 m. Jika kedalaman air yang akan dikontrol lebih dari 1,50 m,
maka lebar atas minimum sebaiknya diambil 3,0 m. Lebar atas diambil sekurang –
kurangnya 3,0 m jika tanggul dipakai untuk jalur pemeliharaan.
g.
Kemiringan talut
Jika pondasi tanggul
terdiri dari lapisan – lapisan lulus air atau lapisan yang rawan terhadap
bahaya erosi.
h.
Stabilitas Tanggul
Tanggul yang tingginya lebih dari 5 m harus dicek
stabilitasnya dengan metode stabilitas tanggul yang dianggap sesuai. Bagian
atas dasar yang diperlebar sebaiknya tidak kurang dari 0,30 m di atas elevasi
asli tanah serta kemiringannya harus cukup agar air dapat melimpas dari
tanggul. Kemiringan timbunan tambahan tidak boleh lebih curam dari kemiringan
asli tanggul.
Untuk tanggul dengan
kedalaman air rencana (H pada Gambar 9.1) lebih dari 1,50 m, maka tempat galian
bahan harus cukup jauh dari tanggul agar stabilitasnya dapat dijamin. Garis
yang ditarik dari garis air rencana pada permukaan tanggul melalui pangkal asli
tanggul (kalau diperlebar) sebaiknya lewat dari bawah potongan melintang galian
bahan. Lihat Gambar 9.1.
Jika tanggul mempunyai
lebar atas yang kecil/ sempit, maka bahu (berm) bagian tambahan harus cukup
lebar guna mengakomodasi jalur pemeliharaan selama muka air mencapai ketinggian
kritis. Fasilitas ini harus disediakan di semua potongan jika bagian atas
tanggul tidak dipakai sebagai jalur pemeliharaan. Galian bahan yang ada
disepanjang tepi air harus dibuat dengan interval tertentu guna memperlambat
kecepatan air yang mengalir di sepanjang pangkal timbunan. Galian semacam ini
juga berfungsi sebagai tempat menyeberangkan alat – alat pemeliharaan selama
muka air rendah. Intervalnya tidak lebih dari 400 m dan lebar minimum 10 m.
i.
Pembuang
Fasilitas pembuang harus
disediakan untuk tanggul yang harus menahan air untuk jangka waktu yang lama
(tanggul banjir biasanya tidak diberi pembuang).
Pembuang terdiri dari :
i) Parit dipangkal tanggul
ii) Saringan pemberat
(reverse filter), baik yang direncanakan sebagai pembuang pangkal.
j.
Lindungan
Lindungan lereng terhadap
erosi oleh aliran air, baik yang berasal dari hujan maupun sungai, bisa berupa
tipe – tipe berikut :
- Rumput
- Pasangan batu kosong
- Pasangan (lining)
- Bronjong
Rumput pelindung yang
memadai hendaknya diberikan pada permukaan – permukaan tanggul untuk
melindunginya dari bahaya erosi akibat limpasan air hujan pada tanggul.
Sedangkan jenis – jenis lindungan lainnya dipakai untuk lindungan terdapat
aliran air di sungai atau saluran. Karena ketiga jenis yang lain ini cukup
mahal, mereka hanya digunakan untuk bentang pendek.
2.
Fasilitas Eksploitasi
a.
Komunikasi
1.
Jaringan jalan
Untuk keperluan –
keperluan ekspoitasi dan pemeliharaan (E&P), jaringan jalan harus dibangun
di sepanjang urat nadi jaringan irigasi, yaitu saluran primer dan sekunder.
Selain itu untuk keperluan pengangkutan hasil panen serta untuk jalan masuk
alat pertanian seperti traktor, maka perlu dilengkapi jalan petani ditingkat
jaringan tersier dan kuarter sepanjang itu memang diperlukan oleh petani
setempat dan dengan persetujuan petani setempat pula, karena banyak ditemukan
di lapangan jalan petani yang rusak atau tidak ada sama sekali sehingga akses
petani dari dan ke sawah menjadi terhambat, terutama untuk petak sawah yang
paling ujung. Jalan juga harus dibangun di sepanjang saluran – saluran pembuang
yang besar dan diatas tanggul – tanggul banjir. Konstruksi jalan – jalan
tersebut harus dibangun memadai agar dapat memenuhi kebutuhan keluar – masuknya
staf E&P di daerah proyek, khususnya selama musim hujan.
Bangunan – bangunan
penting harus mudah dicapai sewaktu turun hujan lebat. Jika kurang berfungsi
maka bangunan – bangunan itu akan membahayakan keselamatan proyek dan penduduk
yang bermukim di daerah itu.
Kriteria bangunan untuk
jalan telah dibahas dalam Bab 8. Dalam hubungan ini, perencana jaringan jalan
perlu memikirkan sarana angkutan yang dipakai oleh Staf E&P dan para
pengguna lain jaringan ini. Berdasarkan kategori sarana angkutan/transpor dan
perkiraan volume lalu lintas, perencana akan menentukan kelas jalan dan
parameter – parameter bangunannya.
2.
Jaringan radio dan telepon
Jaringan komunikasi
telepon dan radio sama pentingnya dalam kegiatan eksploitasi jaringan irigasi.
Kedua jaringan, jalan dan telepon/ radio, harus diinstalasi dan saling
melengkapi satu sama lain.
Jaringan telepon dan radio
mempunyai kelebihan – kelebihan dan kelemahan – kelemahannya masing – masing.
Beberapa diantaranya :
§ Pemasangan
jaringan telepon lebih mahal, tetapi di daerah – daerah yang lebih berkembang,
perangkat kerasnya (misalnya tiang telepon) sudah ada
§ Jaringan telepon
dapat dihubungkan ke jaringan umum; ini memungkinkan untuk - Saluran telepon
mudah rusak, khususnya selama hujan badai, justru sewaktu sarana ini paling
dibutuhkan
§ Sambungan radio
murah pemasangannya
§ Persediaan tenaga
(kebanyakan digunakan batere) tidak bisa diandalkan jika sistem penyediaan
tenaga umum tidak ada
§ Jarak yang bisa
diliput oleh pemancar radio terbatas akibat jangkauan gelombang radio yang
terbatas (biasanya FM)
Karena alasan – alasan
diatas, maka cara pemecahan yang dianjurkan adalah membuat suatu sistem
komunikasi yang merupakan kombinasi antara sambungan telepon dan radio pemancar/
penerima.
b.
Kantor dan Perumahan Staf
Perumahan harus disediakan
untuk staf lapangan, seperti misalnya Juru Pengairan, Mantri Pengairan dan
Pengamat. Para petugas lapangan bermukim di lapangan dekat dengan daerah kerja
mereka atau dengan bangunan yang menjadi tanggung jawabnya.
Rumah – rumah ini digolong
– golongkan menurut pangkat pegawai (dalam meter persegi). Biasanya rumah –
rumah ini mempunyai luas lantai 36 m2 (juru pengairan), 50 m2 (pengamat
pengairan) atau 70 m2 (kepala seksi pengairan). Pengamat memerlukan sebuah
kantor kecil (≈ 36 m2) yang biasanya merupakan salah satu bagian dari rumahnya.
Standar untuk rumah –
rumah ini diberikan oleh Direktorat Jenderal Cipta Karya bekerja sama dengan
para pejabat setempat seperti Dinas Pekerjaan umum dan Direktorat Tata
Bangunan.
Luas lantai untuk kantor –
kantor Kepala Seksi juga distandarisasi di tiap – tiap propinsi.
c.
Sanggar Tani
Sanggar tani sebagai
sarana untuk interaksi antar petani, dan antara petani dan petugas irigasi
dalam rangka memudahkan penyelesaian permasalahan yang terjadi di lapangan.
Pembangunannya disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi petani setempat serta
letaknya di setiap bangunan sadap/offtake tersier dan bangunan bagi sekunder.
Disarankan pada offtake
tersier berukuran 3 x 3 m2 sedangkan di bangunan bagi berukuran 3 x 4 m2,
sedangkan konstruksinya bangunan beratap tanpa dinding.
d. Patok
Hektometer
Untuk mempermudah
identifikasi dan orientasi di lapangan, patok – patok hektometer harus
ditempatkan di sepanjang saluran primer dan sekunder dan disepanjang tanggul.
Patok – patok ini akan menunjukkan (singkatan) nama saluran irigasi dan
pembuang dari awal saluran atau tanggul dalam hektometer (100 m), dan singkatan
nama saluran.
e. Patok
Sempadan
Setelah proses pembebasan
tanah selesai dilaksanakan, ditindaklanjuti pemasangan patok tetap sepanjang
garis sempadan dengan jarak maksimal 100 m pada saluran relatif lurus, maksimal
setiap 25 m pada tikungan saluran atau lebih rapat sesuai dengan garis lingkar
tikungan. Setiap patok ditetapkan koordinatnya, dipetakan, dan disahkan oleh
pejabat yang berwenang.
Ukuran patok 20 x 20 cm,
tinggi 1,6 m (1,60 m beton cor 1: 2 : 3 dan 1,10 m ditanam 0,50 m dicat kuning)
sesuai Permen PU no 22/PRT/M/2006 tentang Pengamanan dan Perkuatan Hak atas
Tanah Departemen PU.
f.
Pelat Nama
Pelat nama untuk saluran
dan bangunan berfungsi untuk mempermudah identifikasi. Pelat – pelat tersebut
harus menunjukkan nama saluran dan daerah yang diairi dalam ha. Pelat– pelat
itu ditempatkan di awal saluran pada lereng dalam. Pelat nama untuk setiap
bangunan harus dipasang di tempat yang benar pada bangunan tersebut. Untuk
setiap pintu yang merupakan bagian dari bangunan bagi, namanya harus
ditunjukkan dengan baja atau pada skala liter (untuk alat ukur Romijn).
g. Papan
Pasten
Papan pasten dipasang di
setiap bangunan sadap atau bagi. Ukuran dan tulisan pada papan pasten
distandarisasi (lihat Standar Bangunan Irigasi BI – 02). Juru pintu akan
mengisi papan–papan ini secara teratur dengan data–data sebenarnya mengenai
setelah pintu dan besar debit. Pentani dapat membaca dan mencek apakah
pembagian air ditangani sebagaimana mestinya.
Papan pasten juga
menunjukkan berbagai daerah dengan tanamannya serta tahap pertumbuhan tanaman –
tanaman tersebut.
h. Papan
duga Muka Air
Papan duga untuk membaca
tinggi muka air di saluran terbuat dari pelat baja yang dilapisi bahan logam
enamel. Warna – warna yang digunakan adalah putih untuk alas dan biru untuk
huruf dan angka. Papan duga mempunyai ukuran – ukuran yang diberikan pada
Standar Bangunan Irigasi, BI – 02. Penempatan papan duga bergantung pada
pemanfaatan papan tersebut. Untuk bangunan – bangunan utama atau sungai papan
ini dipasang dengan ketinggian nol pada mercu bendung atau pada evaluasi yang
tepat sesuai dengan ketinggian titik nol yang dipakai. Papan duga untuk alat
ukur Romijn hanya memberikan tinggi muka air relatif saja dan pembacaan yang
sama disaluran dan pada skala cm pada kerangka bangunan.
Untuk alat ukur Crump-de
Gruyter tinggi titik nol papan duga harus sesuai dengan tinggi ambang pintu itu
yang menunjukkan kedalam air diatas ambang.
Papan duga yang dipasang
pada bangunan dan dipakai untuk menyetel pintu (dan debit) dibuat dari
aluminium dengan garis–garis dan huruf–huruf yang digoreskan. Penggunaan baja
berlapis enamel untuk papan–papan duga ini tidak dianjurkan karena mudah rusak
dan tidak terbaca.
i.
Pintu
Pintu bangunan di saluran
biasanya dibuat dari baja. Dalam Standar Bangunan Irigasi (BI – 02) diberikan
detail–detail lengkap mengenai ukuran dan tipe standar pintu. Ketiga tipe pintu
standar adalah :
- Pintu gerak Romijn
- Pintu Crump – de Gruyter
- Pintu Sorong
Pintu–pintu lain diberikan
seperti pada Tipe Bangunan Irigasi, BI – 01.
Pintu–pintu sorong dengan
bukaan lebar biasanya dibuat dari kayu yang lebih murah untuk ukuran ini. Untuk
pintu–pintu yang besar atau kompleks pintu biasanya dibuat rumah pintu untuk
tenaga eksploitasi agar terlindung dari keadaan cuaca. Pintu–pintu radial bisa
mempunyai keuntungan–keuntungan ekonomis bila bangunan di mana pintu ini
dipasang dibuat dari beton. Pada bangunan – bangunan dari pasangan batu,
gaya–gaya harisontal pada as menimbulkan masalah–masalah konstruksi. Pintu
keluar (outlet) pembuang adalah tipe pintu khusus karena harus dapat
menghalangi air yang telah dibuang agar tidak mengalir kembali ke daerah semula
jika muka air di luar lebih tinggi dari muka air di dalam pembuang. Keadaan ini
dapat terjadi pada pembuang ke sungai, pada waktu sungai banjir atau pada
pembuang ke laut yang dipengaruhi oleh pasang–surutnya air laut.
j.
AWLR
Mengingat semakin
meningkatnya pemanfaatan sumber daya air untuk berbagai keperluan serta
kecenderungan menurunnya kontinuitas ketersediaan air. Maka perlu dilakukan
penghematan atau efisiensi pemanfaatan air untuk irigasi yang merupakan
pemanfaatan air yang paling besar.
Dengan mempertimbangkan
pemikiran diatas maka pada setiap daerah irigasi perlu dipasang alat pengukur
debit air secara kontinyu. Untuk itu pada awal saluran induk perlu dipasang
Automatic Water Level Recorder (AWLR). AWLR adalah alat perekam tinggi muka air
secara kontinyu, dengan menggunakan rating curve yang sesuai akan dengan mudah
diketahui debit serta volume dari air yang melewati alat ini.
AWLR hanya dipasang pada
daerah irigasi yang mempunya areal lebih besar atau sama dengan 1000 ha, dan
dipasang di saluran induk setelah air masuk pintu intake dan melewati kantong
lumpur (jika direncanakan dengan kantong lumpur).
Type AWLR terdiri dari 2
type, yaitu type pencatatan grafik dan type pencatatan digital.
Type pencatatan digital
lebih praktis karena pencatatan sudah langsung berupa besaran numerik, namun
harganya lebih mahal dari AWLR type pencatatan grafis.
Adapun pertimbangan
pemilihan lokasi pemasangan AWLR adalah sebagai berikut:
1. Saluran harus merupakan
saluran pasangan beton, supaya aliran air tidak bergelombang.
2. Jarak dari pintu outlet
kantong lumpur (jika direncanakan dengan kantong lumpur) atau dari pintu intake
adalah 50 m.
3. Saluran harus lurus
mulai dari pintu outlet kantong lumpur (jika direncanakan dengan kantong
lumpur) atau dari pintu intake sampai 50 m di downstream stasiun AWLR.
4. Bangunan – bangunan Lain
a. Peralatan Pengaman
Para perencana harus
menyadari bahaya yang ditimbulkan oleh bangunan yang direncana terhadap
keamanan umum, terutama anak–anak. Peralatan pengaman dimasukkan untuk mencegah
orang atau ternak masuk ke saluran, atau membantu keluar orang–orang yang
dengan atau tidak masuk ke dalam saluran. Peralatan pengaman yang dapat dipakai
adalah pagar, pegangan/sandaran, tanda bahaya, kisi–kisi penyaring, tangga dan
penghalang di depan lubang masuk pipa. Karena peralatan pengaman mahal
harganya, maka harus benar–benar diselidiki apakah alat–alat itu memang perlu
dipasang.
Paling tidak lubang masuk sipon
dan bangunan–bangunan dengan aliran air yang cepat harus diberi perlindungan.
Pagar atau instalasi kisi – kisi penyaring dimuka lebih disukai untuk
bangunan–bangunan ini, tetapi tali pengamanan di depan lubang masuk dan tangga
pada talut kadang–kadang lebih cocok.
b. Tempat Cuci
Tempat cuci yang berupa
tangga pada tanggul saluran akan memungkinkan penduduk yang tinggal di daerah
dekat saluran untuk mencapai air saluran. Dengan menyediakan tempat–tempat cuci
berarti mencegah penduduk agar mereka tidak membuat fasilitas – fasilitas itu
sendiri dengan cara merusak atau menghalangi saluran.
Standar Perencanaan tangga
cuci diberikan dalam Standar Bangunan Irigasi, BI – 02.
c. Kolam mandi ternak
Memandikan ternak (kerbau)
di saluran merupakan penyebab utama semakin rusaknya tanggul saluran di
berbagai daerah. Agar ternak tidak masuk saluran, dibuatlah tempat mandi khusus
untuk ternak. Jika tersedia tempat, kolam ini akan dibuat diluar saluran tetapi
diberi air dari saluran dengan pipa. Kalau tidak cukup tersedia tempat di luar
saluran, kolam mandi ternak dapat dibuat sebagai bagian dari saluran yang
diperlebar dan diberi lindungan. Satu kolam mandi ternak untuk satu desa akan
cukup. Kolam–kolam ini yang dibangun di sepanjang atau di dalam saluran irigasi,
hanya diperlukan jika tak tersedia kolam mandi ditempat–tempat lain, misal di
saluran pembuang atau sungai.
5. Pencegahan Rembesan
a. Dinding Halang
Dinding–dinding (cut-off
wall) yang dibuat tegak lurus terhadap bangunan merupakan lindungan yang efektif
terhadap rembesan. Dalam teori angka rembesan Lane, dinding vertikal diambil/
dihitung penuh, sedangkan bidang horisontal hanya diambil 1/3 dari panjangnya.
Dinding halang ditempatkan
di bawah dan di kedua sisi bangunan yang mungkin harus menanggulangi beda
tinggi energi yang besar, seperti : bangunan terjun, bangunan pengatur dan
pintu. Bangunan seperti pipa gorong–gorong dan pipa sipon sangat memerlukan
dinding halang di sekitar pipa untuk mencegah terjadinya rembesan di sepanjang
pipa bagian luar. Dinding halang bisa dibuat tipis karena dinding ini tidak
terkena gaya apa pun kecuali menahan beratnya sendiri.
Pada bangunan pengatur,
tepat terbaik untuk dinding halang adalah di lokasi yang sama dengan lokasi
pintu.
b. Koperan
Koperan dibuat di ujung
lapis (lining) keras saluran atau bangunan. Koperan mempunyai dua fungsi :
- Lindungan terhadap erosi
- Lindungan terhadap
aliran rembesan yang terkonsentrasi
Koperan dibuat pada
kedalaman minimum 0,60 m
c. Filter
Filter diperlukan untuk
mencegah kehilangan bahan akibat aliran air. Filter dapat dibuat dengan
(1) campuran pasir dan
kerikil yang bergradasi baik,
(2) dengan kain sintetis
atau filter alamiah (ijuk) atau
(3) kombinasi keduanya.
d. Lubang Pembuang
Lubang–lubang pembuang
dapat dibuat untuk membebaskan tekanan air di belakang dindidng (penahan) dan
di bawah lantai. Gambar 9.11 menunjukkan sebuah tipe lubang pembuang. Lubang
pembuang sebaiknya dipertimbangkan dalam perhitungan perencanaan, karena kapasitasnya
untuk membebaskan tekanan bergantung kepada banyak parameter yang belum
diketahui dan sangat lokal sifatnya.
e. Alur Pembuang
Alur pembuang berfungsi
seperti lubang pembuang. Kalau lubang pembuang ini berupa titik lubang pembebas
tekanan, maka alur pembuang lebih panjang lagi. Kebanyakan alur pembuang dibuat
di ujung lantai kolam olak atau dipangkal dinding panahan. Kadang–kadang dibuat
alur–alur pembuang pangkal khusus pada sisi kering suatu tanggul (lihat pasal
9.18).
BAB IV
SALURAN IRIGASI
A. SALURAN TANAH TANPA
PASANGAN
1.
Perencanaan Saluran yang Stabil
Untuk pengaliran air
irigasi, saluran berpenampang trapesium tanpa pasangan adalah bangunan pembawa
yang paling umum dipakai dan ekonomis. Perencanaan saluran harus memberikan
penyelesaian biaya pelaksanaan dan pemeliharaan yang paling rendah. Erosi dan
sedimentasi di setiap potongan melintang harus minimal dan berimbang sepanjang
tahun. Ruas-ruas saluran harus mantap. Sedimentasi (pengendapan) di dalam
saluran dapat terjadi apabila kapasitas angkut sedimennya berkurang. Dengan
menurunnya kapasitas debit di bagian hilir dari jaringan saluran, adalah
penting untuk menjaga agar kapasitas angkutan sedimen per satuan debit
(kapasitas angakutan sedimen relatif) tetap sama atau sedikit lebih besar.
Sedimen yang memasuki
jaringan saluran biasanya hanya mengandung partikel . partikel lempung dan
lanau melayang saja (lempung dan lanau dengan d < 0,088 mm).
Partikel-partikel yang lebih besar, kalau terdapat di dalam air irigasi, akan
tertangkap di kantong lumpur di bangunan utama. Kantong lumpur harus dibuat
jika jumlah sedimen yang masuk ke dalam jaringan saluran dalam setahun yang
tidak terangkut ke sawah Kriteria Perencanaan - Saluran (partikel yang lebih
besar dari 0,088 mm), lebih dari 5 % dari kedalaman air di seluruh jaringan
saluran. Jadi, volume sedimen adalah 5 % dari kedalaman air kali lebar dasar
saluran kali panjang total saluran. Gaya erosi diukur dengan gaya geser yang
ditimbulkan oleh air di dasar dan lereng saluran. Untuk mencegah terjadinya
erosi pada potongan melintang gaya geser ini harus tetap di bawah batas kritis.
2.
Air irigasi bersedimen di saluran pasangan
Perencanaan saluran
dipengaruhi oleh persyaratan pengangkutan sedimen melalui jaringan dan dengan
demikian kriteria angkutan sedimen mempengaruhi perencanaan.
3. Aliran irigasi
bersedimen di saluran tanah
Masalah sedimen dan
saluran tanah adalah situasi yang paling umum dijumpai dalam pelaksanaan
irigasi di Indonesia. Kini perencanaan irigasi sangat dipengaruhi oleh kriteria
erosi dan angkutan sedimen.Biasanya sedimentasi memainkan peranan penting dalam
perencanaan saluran primer. Saluran ini sering direncana sebagai saluran garis
tinggi dengan kemiringan dasar yang terbatas. Saluran sekunder yang dicabangkan
dari saluran primer dan mengikuti punggung sering mempunyai kemiringan dasar
sedang dan dengan demikian kapasitas angkut sedimen relatif lebih tinggi,
sehingga kriteria erosi bisa menjadi faktor pembatas.
a. Rumus Aliran
Untuk perencanaan ruas,
aliran saluran dianggap sebagai aliran tetap, dan untuk itu diterapkan rumus
Strickler.
V = K R 2/3 I
= A
A = ( b + m h ) h
P = ( b + 2 h 1 + m2 )
Q = V x A
b = n x h
Dimana :
Q = debit saluran, m3/dt
v = kecepatan aliran, m/dt
A = potongan melintang
aliran, m2
R = jari . jari hidrolis,
m
P = keliling basah, m
b = lebar dasar, m
h = tinggi air, m
I = kemiringan energi
(kemiringan saluran)
k = koefisien kekasaran
Stickler, m1/3/dt
m = kemiringan talut (1
vertikal : m horizontal)
b. Koefisien Kekasaran
Strickler
Koefisien kekasaran
bergantung kepada faktor . faktor berikut :
- Kekasaran permukaan
saluran
- Ketidakteraturan
permukaan saluran
- Trase
- Vegetasi (tetumbuhan),
dan
- Sedimen
Bentuk dan besar/ kecilnya
partikel di permukaan saluran merupakan ukuran kekasaran. Akan tetapi, untuk
saluran tanah ini hanya merupakan bagian kecil saja dari kekasaran total.
Pada saluran irigasi,
ketidak teraturan permukaan yang menyebabkan perubahan dalam keliling basah dan
potongan melintang mempunyai pengaruh yang lebih penting pada koefisien
kekasaran saluran daripada kekasaran permukaan. Perubahan-perubahan mendadak
pada permukaan saluran akan memperbesar koefisien kekasaran.
Perubahan-perubaban ini dapat disebabkan oleh penyelesaian konstruksi saluran
yang jelek atau karena erosi pada talut saluran. Terjadinya riak-riak di dasar
saluran akibat interaksi aliran di perbatasannya juga berpengaruh terhadap
kekasaran saluran. Pengaruh vegetasi terhadap resistensi sudah jelas panjang
dan kerapatan vegetasi adalah faktor-faktor yang menentukan. Akan tetapi tinggi
air dan kecepatan aliran sangat membatasi pertumbuhan vegetasi. Vegetasi
diandaikan minimal untuk harga-harga k yang dipilih dan dipakai dalam
perencanaan saluran. Pengaruh trase saluran terhadap koefisien kekasaran dapat
diabaikan, karena dalam perencanaan saluran tanpa pasangan akan dipakai
tikungan berjari-jari besar. Pengaruh faktor-faktor di atas terhadap koefisien
kekasaran saluran akan bervariasi menurut ukuran saluran. Ketidak teraturan
pada permukaan akan menyebabkan perubahan kecil di daerah potongan Kriteria
Perencanaan – Saluran melintang di saluran yang besar daripada di saluran
kecil.
b. Sedimentasi
Kecepatan minimum yang
diizinkan adalah kecepatan terendah yang tidak akan menyebabkan pengendapan
partikel dengan diameter maksimum yang diizinkan (0.088 mm).Tetapi secara
kuantitas baru sedikit yang diketahui mengenai hubungan antara karakteristik
aliran dan sedimen yang ada. Untuk perencanaan saluran irigasi yang mengangkut
sedimen, aturan perencanaan yang terbaik adalah menjaga agar kapasitas angkutan
sedimen per satuan debit masing ruas saluran di sebelah hilir setidak-tidaknya
konstan.Dengan berdasarkan rumus angkutan sedimen Einstein-Brown dan Englund
Hansen, maka Karena rumus-rumus ini dihubungkan dengan saluran yang relatif
lebar, dianjurkan agar harga I¡îh bertambah besar ke arah hilir guna
mengkompensasi pengaruh yang ditimbulkan oleh kemiringan talut saluran. Ini
menghasilkan kriteria bahwa I¡îR adalah konstan atau makin besar ke arah hilir.
Kecuali pada penggal saluran sebelah hulu bangunan pengeluar sedimen (sediment
excluder). Jika diikuti kriteria I¡îR konstan, sedimentasi terutama akan
terjadi pada ruas hulu jaringan saluran. Biasanya jaringan saluran akan direncana
dilengkapi dengan kantong lumpur atau excluder (bangunan penangkap sedimen
kasar yang mengalir didasar saluran ) yang dibangun dekat dengan bangunan
pengambilan di sungai. Jika semua persyaratan telah dipenuhi, bangunan ini akan
memberikan harga I¡îR untuk jaringan saluran hilir.
c. Erosi
Kecepatan maksimum yang
diizinkan adalah kecepatan aliran (rata-rata) maksimum yang tidak akan
menyebabkan erosi di permukaan saluran. Konsep itu didasarkan pada hasil riset
yang diadakan oleh US Soil Conservation Service (USDA - SCS, Design of Open
Channels, 1977) dan hanya memerlukan sedikit saja data lapangan seperti
klasifikasi tanah (Unified System), indeks plastisitas dan angka pori.
4. Geometri
Untuk mengalirkan air
dengan penampang basah sekecil mungkin, potongan melintang yang berbentuk
setengah lingkaran adalah yang terbaik.
Usaha untuk mendapatkan
bentuk yang ideal dari segi hidrolis dengan saluran tanah berbentuk trapesium,
akan cenderung menghasilkan potongan melintang yang terlalu dalam atau sempit.
Hanya pada saluran dengan debit rencana sampai dengan 0,5 m3/dt saja yang
potongan melintangnya dapat mendekati bentuk setengah lingkaran. Saluran dengan
debit rencana yang tinggi pada umumnya lebar dan dangkal dengan perbandingan
b/h (n) sampai 10 atau lebih.
Harga n yang tinggi untuk
debit-debit yang lebih besar adalah perlu, sebab jika tidak, kecepatan rencana
akan melebihi batas kecepatan maksimum yang diizinkan. Lebih-lebih lagi,
saluran yang lebih lebar mempunyai variasi muka air sedikit saja dengan debit yang
berubah-ubah, dan ini mempermudah pembagian air. Pada saluran yang lebar, efek
erosi atau pengikisan talut saluran tidak terlalu berakibat serius terhadap
kapasitas debit. Dan karena ketinggian air yang terbatas, kestabilan talut
dapat diperoleh tanpa memerlukan bahu (berm) tambahan. Kerugian utama dari
saluran yang lebar dan dangkal adalah persyaratan pembebasan tanah dan
penggaliannya lebih tinggi, dan dengan demikian biaya pelaksanaannya secara
umum lebih mahal. Untuk tanggul yang tingginya lebih dari 3 m lebar bahu (berm)
tanggul harus dibuat sekurang-kurangnya 1 m (setiap 3 m). Bahu tanggul harus
dibuat setinggi muka air rencana di saluran. Untuk kemirinan luar, bahu tanggul
(jika perlu) harus terletak di tengah-tengah antara bagian atas dan pangkal tanggul.
5. Lengkung Saluran
Lengkung yang diizinkan
untuk saluran tanah bergantung kepada:
- Ukuran dan kapasitas
saluran
- Jenis tanah
- Kecepatan aliran.
Jari-jari minimum lengkung
seperti yang diukur pada as harus diambil sekurang-kurangnya 8 kali lebar atas
pada lebar permukaan air rencana.
Panjang pasangan harus
dibuat paling sedikit 4 kali kedalaman air pada tikungan saluran.
Jari-jari minimum untuk
lengkung saluran yang diberi pasangan harus seperti berikut
- 3 kali lebar permukaan
air untuk saluran-saluran kecil (< 0,6 m3/dt), dan sampai dengan
- 7 kali lebar permukaan
air untuk saluran-saluran yang besar (> 10 m3/dt).
6. Tinggi Jagaan
Tinggi jagaan bergunan
untuk :
- Menaikkan muka air di
atas tinggi muka air maksimum
- Mencegah kerusakan
tanggu saluran
Meningginya muka air
sampai di atas tinggi yang telah direncana bisa disebabkan oleh penutupan pintu
secara tiba-tiba disebelah hilir, variasi ini akan bertambah dengan membesarnya
debit. Meningginya muka air dapat pula diakibatkan oleh pengaliran air buangan
ke dalam saluran.
7. Lebar Tanggul
Jalan inspeksi terletak
ditepi saluran di sisi yang diairi agar bangunan sadap dapat dicapai secara
langsung dan usaha penyadapan liar makin sulit dilakukan. Lebar jalan inspeksi
dengan perkerasan adalah 5,0 m atau lebih, dengan lebar perkerasan
sekurang-kurangnya 3,0 meter.
8. Garis Sempadan Saluran
Penetapan garis sempadan
jaringan irigasi ditujukan untuk menjaga agar fungsi jaringan irigasi tidak
terganggu oleh aktivitas yang berkembang disekitarnya.
Prinsip dasar penentuan
garis sempadan saluran adalah untuk memperoleh ruang keamanan saluran irigasi
sehingga aktivitas yang berkembang diluar garis tersebut tidak mempengaruhi
kestabilan saluran, yang ditunjukkan oleh batas daerah gelincir. Pada saluran
bertanggul, batas gelincir dipengaruhi oleh jenis tanah yang dipakai sebagai
bahan badan tanggul, jenis tanah dasar, ketinggian tanggul dan kemiringan
tanggul. Pada saluran galian, batas gelincir dipengaruhi oleh jenis tanah asli,
kemiringan galian dan tinggi galian.
Pada kasus dimana bahan
timbunan untuk tanggul saluran diambil dari galian tanah disekitar saluran,
maka galian tanah harus terletak diluar garis sempadan saluran.
1. Garis sempadan saluran
irigasi tak bertanggul
- Garis sempadan saluran
irigasi tak bertanggul sebagaimana tercantum dalam Gambar 3.6 ini jaraknya
diukur dari tepi luar parit drainase di kanan dan kiri saluran irigasi.
- Jarak garis sempadan
sekurang-kurangnya sama dengan kedalaman saluran irigasi
- Untuk saluran irigasi
yang mempunyai kedalaman kurang dari satu meter, jarak garis sempadan
sekurang-kurangnya satu meter.
2. Garis sempadan saluran
irigasi bertanggul
3. Garis sempadan saluran
irigasi pada lereng/tebing
a. diukur dari tepi luar
parit drainase untuk sisi lereng di atas saluran
b. diukur dari sisi luar
kaki tanggul untuk sisi lereng di bawah saluran
4. Garis sempadan saluran
pembuang irigasi
- Garis sempadan saluran
pembuang irigasi tak bertanggul jaraknya diukur dari tepi luar kanan dan kiri
saluran pembuang irigasi dan garis sempadan saluran pembuang irigasi bertanggul
diukur dari sisi luar kaki tanggul
- Garis sempadan saluran
pembuang irigasi jaraknya diukur dari sisi/tepi luar saluran pembuang irigasi
atau sisi/tepi luar jalan inspeksi.
9. Perencanaan Saluran
Gendong
Debit drainasi ditentukan
untuk menentukan kapasitas dan dimensi bangunan saluran drainasi untuk membuang
kelebihan air yang ada di permukaan (drainasi permukaan) terutama yang berasal
dari daerah perbukitan (hilly area). Kapasitas debit drainasi ini menentukan
dimensi saluran dan kemiringan memanjang dari saluran.
10. Potongan Memanjang
a. Muka air yang
diperlukan
Tinggi muka air yang
diinginkan dalam jaringan utama didasarkan pada tinggi muka air yang diperlukan
di sawah-sawah yang diairi Prosedurnya adalah pertama-tama menghitung tinggi
muka air yang diperlukan di bangunan sadap tersier. Lalu seluruh kehilangan di
saluran kuarter dan tersier serta bangunan dijumlahkan menjadi tinggi muka air
di sawah yang diperlukan dalam petak tersier.Ketinggian ini ditambah lagi
dengan kehilangan tinggi energi di bangunan sadap tersier dan longgaran
(persediaan) untuk variasi muka air akibat eksploitasi jaringan utama pada
tinggi muka air parsial (sebagian). Untuk irigasi yang lebih luas (skala besar)
perlu perhitungan yang lebih teliti mendekati kebenaran. Yaitu dengan
memperhitungkan adanya pengaruh pembendungan (back water) dari bangunan hilir
(downstream) terhadap bangunan hulu (up stream). Hal ini akan menyebabkan
pengurangan kehilangan tinggi yang dibutuhkan. Akumulasi pengurangan tinggi
dalam seluruh sistem dapat mempunyai nilai yang perlu dipertimbangkan. Setelah
debit kebutuhan air dihitung, maka didapatkan debit kebutuhan air selama
setahun serta debit maksimum kebutuhan air pada periode satu mingguan atau dua
mingguan tertentu. Debit maksimum (Q maks) yang didapat dalam kenyataan
operasinya hanya dialirkan selama satu minggu atau dua minggu pada periode
sesuai kebutuhannya. Selain dari debit, dalam melakukan desain saluran, elevasi
muka air di saluran ditentukan berdasarkan ketinggian sawah, kemiringan saluran
dan kehilangan tinggi di bangunan tersier, dimana elevasi tersebut harus
terpenuhi supaya jumlah air yang masuk ke sawah sesuai dengan kebutuhan. Jika dalam
perhitungan dimensi saluran menggunakan Q maks dengan ketinggian muka air H
yang kejadiannya selama satu minggu atau dua minggu saja selama setahun, maka
ketika Q lebih kecil dari Q maks akibatnya ketinggian muka air lebih kecil dari
H dan akan mengakibatkan tidak terpenuhinya elevasi muka air yang dibutuhkan
untuk mengalirkan air ke sawah sehingga debit yang dibutuhkan petak tersier
tidak terpenuhi. Untuk mengatasi ini maka pintu pengatur muka air diturunkan
sedemikian sehingga muka air naik pada elevasi yang dibutuhkan untuk air sampai
disawah. Berdasarkan pemikiran diatas yang menjadi permasalahan adalah berapa
pengurangan yang masih ditolerir
sehingga pembagian air tidak terganggu tanpa menyetel bangunan pengatur muka
air. Kalau toleransi pengurangan debit kecil, maka frekuensi penyetelan
bangunan pengatur akan menjadi lebih sering; sebaliknya jika toleransi debit
besar maka frekuensi penyetelan menjadi jarang. Angka yang cukup memadai adalah
penggunaan Q 85% dengan ketinggian 0.90 H. Longgaran untuk variasi muka air ¥Äh
ditetapkan: 0,10 hlOO (0,10 x kedalaman air rencana) ; 0,90 hlOO adalah
kedalaman air perkiraan pada 85 persen dari Qrencana.
Apabila prosedur ini
menyebabkan muka air jaringan utama naik di atas muka tanah, maka pengurangan
tinggi muka air tersier dapat dipertimbangkan.
b. Kemiringan Memanjang
Kemiringan memanjang
ditentukan terutama oleh keadaan topografi, kemiringan saluran akan
sebanyak-mungkin mengikuti garis muka tanah pada trase yang dipilih. Kemiringan
memanjang saluran mempunyai harga maksimum dan minimum. Usaha pencegahan
terjadinya sedimentasi memerlukan kemiringan memanjang yang minimum. Untuk
mencegah terjadinya erosi, kecepatan maksimum aliran harus dibatasi.
- Kemiringan Minimum
- Kemiringan maksimum
- Perencanaan Kemiringan
Saluran
11. Sipatan Penampang
Saluran Tanah
Sipatan penampang saluran
tanah diperlukan dalam rangka mempermudah pemeliharaan saluran di kemudian
hari. Pada saluran tanah (tanpa pasangan) yang masih baru, as saluran , batas
tanggul, lebar tanggul masih terlihat profilnya, namun dengan berjalannya waktu
tanda . tanda tadi akan makin kabur, bahkan as saluran tidak pada as rencana
saluran tadinya. Dibeberapa tempat saluran sudah tidak lagi lurus atau pada
belokan telah berubah jari . jari kelengkungannya. Hal ini akan merupakan
kendala pada waktu akan dilakukan rehabilitasi saluran. Sipatan penampang yang
dimaksud dapat dilakukan dengan cara membuat sipatan lining dari pasangan
batu/beton dengan lebar 0,5 . 1,00 m. Penempatan sipatan minimal 3 sipatan
dalam 1 ruas saluran maksimum 300 m antar sipatan.
B. SALURAN
PASANGAN
1.
Kegunaan Saluran Pasangan
Saluran pasangan (lining)
dimaksudkan untuk :
- Mencegah kehilangan air
akibat rembesan
- Mencegah gerusan dan
erosi
- Mencegah merajalelanya
tumbuhan air
- Mengurangi biaya
pemeliharaan
- Memberi-kelonggaran
untuk lengkung yang lebih besar
- Tanah yang dibebaskan
lebih kecil
Tanda-tanda adanya
kemungkinan terjadinya perembesan dalam jumlah besar dapat dilihat dari peta
tanah. Penyelidikan tanah dengan cara pemboran dan penggalian sumuran uji di
alur saluran akan lebih banyak memberikan informasi mengenai kemungkinan
terjadinya rembesan. Pasangan mungkin hanya diperlukan untuk ruas-ruas saluran
yang panjangnya terbatas.
2. Jenis – jenis Pasangan
Banyak bahan yang dapat
dipakai untuk pasangan saluran (lihat FAO Kraatz, 1977). Tetapi pada prakteknya
di Indonesia hanya ada empat bahan yang dianjurkan pemakaiannya :
- Pasangan batu
- Beton,
- Tanah
- Dapat juga menggunakan
Beton Ferro cement
Pembuatan pasangan dari
bahan-bahan lain tidak dianjurkan, dengan alasan sulitnya memperoleh persediaan
bahan, teknik pelaksanaan yang lebih rumit dan kelemahan-kelemahan bahan itu
sendiri. Pasangan batu dan beton lebih cocok untuk semua keperluan, kecuali
untuk perbaikan stabilitas tanggul. Pasangan tanah hanya cocok untuk
pengendalian rembesan dan perbaikan stabilitas tanggul. Tersedianya bahan di
dekat tempat pelaksanaan konstruksi merupakan faktor yang penting dalam
pemilihan jenis pasangan. Jika bahan batu tersedia, maka pada umumnya
dianjurkan pemakaian pasangan batu. Pasangan dari bata merah mungkin bisa juga
dipakai. Aliran yang masuk ke dalam retak pasangan dengan kecepatan tinggi
dapat mengeluarkan bahan-bahan pasangan tersebut. Kecepatan maksimum dibatasi
dan berat pasangan harus memadai untuk mengimbangi gaya tekan ke atas. Sebagai
alternatif jenis-jenis lining, dewasa ini sudah mulai banyak diaplikasikan
penggunaan material ferrocemen untuk saluran irigasi dan bangunan air. Struktur
ferosemen yang mudah dikerjakan dan ramah lingkungan sangat cocok untuk
diterapkan diberbagai bentuk konstruksi. Bentuk penulangan yang tersebar merata
hampir diseluruh bagian struktur memungkinkan untuk dibuat struktur tipis
dengan berbagai bentuk struktur sesuai dengan kreasi perencananya.
a.
Lining Permukaan Keras
Lining Permukaan keras,
dapat terdiri dari plesteran pasangan batu kali atau beton. Tebal minimum untuk
pasangan batu diambil 30 cm. Untuk beton tumbuk tebalnya paling tidak 8 cm, untuk
saluran kecil yang dikonstruksi dengan baik (sampai dengan 6 m3/dt), dan 10 cm
untuk saluran yang lebih besar. Tebal minimum pasangan beton bertulang adalah 7
cm. Tebal minimum pasangan beton ferrocement adalah 3 Cm. Untuk pasangan semen
tanah atau semen tanah yang dipadatkan, tebal minimum diambil 10 cm untuk
saluran kecil dan 15 cm untuk saluran yang lebih besar.
b. Tanah
Tebal pasangan tanah
diambil 60 cm untuk dasar saluran dan 75 cm untuk talut saluran. Pasangan
campuran (kombinasi) seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4.1 dapat dipakai
juga. Pemilihan jenis pasangan akan bergantung kepada kondisi dan bahan yang
tersedia. Detail konstruksi pasangan diperlihatkan dalam Gambar Perencanaan
Standar.
c. Lining Ferrocemen
Ferrocement adalah suatu
tipe dinding tipis beton bertulang yang dibuat dari mortar semen hidrolis
diberi tulangan dengan kawat anyam/kawat jala (wiremesh) yang menerus dan
lapisan yang rapat serta ukuran kawat relatif kecil. Anyaman ini bisa berasal
dari logam atau material lain yang tersedia. Kehalusan dan komposisi matriks
mortar seharusnya sesuai dengan sistem anyaman dan selimut (pembungkusnya).
Mortar yang digunakan dapat juga diberi serat / fiber.
Perbedaan ferosemen dengan
beton bertulang antara lain :
1. Sifat Fisik
• Lebih tipis
• Memiliki tulangan yang
terdistribusi pada setiap ketebalannya
• Penulangan 2 arah
• Matriksnya hanya terdiri
dari agregat halus dan semen
2. Sifat Mekanik
• Sifat-sifat seragam
dalam 2 arah
• Umumnya memiliki kuat
tarik dan kuat lentur yang tinggi
• Memiliki ratio tulangan
yang tinggi
• Proses retak dan
perluasan retak yang berbeda pada beban tarik
• Duktilitas meningkat
sejalan dengan peningkatan rasio tulangan anyam
• Kedap air tinggi
• Lemah terhadap
temperatur tinggi
• Ketahanan terhadap beban
kejut lebih tinggi
3. Proses / pembuatan /
pemeliharaan / perbaikan
• Metode pembuatan berbeda
dengan beton bertulang
• Tidak memerlukan
keahlian khusus.
• Sangat mudah dalam
perawatan dan perbaikan
• Biaya konstruksi untuk
aplikasi di laut lebih murah dibandingkan kayu, beton bertulang
• material komposit.
C. TEROWONGAN DAN SALURAN
TERTUTUP
1.
Topografi
Trase saluran terpendek
mungkin melintasi dataran/ tanah tinggi atau, daerah berbukit-bukit. Dalam hal
ini akan dipertimbangkan penggalian yang dalam atau pembuatan terowongan
sebagai alternatif dari pembuatan trase yang panjang dengan tinggi muka tanah
yang lebih rendah. Biaya pembuatan saluran juga akan, dibandingkan dengan biaya
per meter untuk pembuatan terowongan atau saluran tertutup.
2.
Geologi
Tipe serta kualitas tanah
dan batuan penutup mempengaruhi cara pelaksanaan dan biayanya. Dibutuhkan
keterangan mengenai tanah dan batuan pada trase yang dipertimbangkan, guna mengevaluasi
alternatif perencanaan. Khususnya untuk alternatif terowongan, perencanaan akan
mencakup biaya/ perbandingan berdasarkan hasil-hasil penyelidikan geologi
teknik pendahuluan. Langkah berikutnya yang harus diambil adalah penyelidikan
detail dan studi tentang alternatif yang dipilih.
3. Kedalaman galian
Pada umumnya, galian
sedalam 10 m akan mengacu pada dibuatnya terowongan. sebagai cara pemecahan
paling efektif. Panjang total terowongan serta kondisi geologi teknik dapat
sedikit mempengaruhi angka penutup 10 m tersebut.
4. Kondisi Air tanah
Aspek-aspek berikut harus
diperhatikan kondisi air tanah :
• tekanan total di dalam
trase akan memerlukan pasangan yang cukup kuat di sepanjang bangunan dan hal
ini secara langsung menambah biaya pelaksanaan.
• air yang membawa
partikel-partikel tanah bisa mempersulit pelak-sanaan terowongan.
• aliran air di permukaan
dapat mempersulit pelaksanaan penggalian dan penimbunan saluran.
BAB V
PETAK IRIGASI
A. Petak tersier
Perencanaan dasar yang
berkenaan dengan unit tanah adalah petak tersier. Petak ini menerima air
irigasi yang dialirkan dan diukur pada bangunan sadap (off take) tersier yang
menjadi tanggung jawab Dinas Pengairan. Bangunan sadap tersier mengalirkan
airnya ke saluran tersier. Di petak tersier pembagian air, eksploitasi dan
pemeliharaan menjadi tanggung jawab para petani yang bersangkutan, di bawah
bimbingan pemerintah. Ini juga menentukan ukuran petak tersier. Petak yang
kelewat besar akan mengakibatkan pembagian air menjadi tidak efisien.
Faktor-faktor penting lainnya adalah jumlah petani dalam satu petak, jenis
tanaman dan topografi. Di daerah-daerah yang ditanami padi luas petak tersier
idealnya maksimum 50 ha, tapi dalam keadaan tertentu dapat ditolelir sampai
seluas 75 ha, disesuaikan dengan kondisi topografi dan kemudahan eksploitasi
dengan tujuan agar pelaksanaan Operasi dan Pemeliharaan lebih mudah. Petak
tersier harus mempunyai batas-batas yang jelas seperti misalnya parit, jalan,
batas desa dan batas perubahan bentuk medan (terrain fault). Petak tersier
dibagi menjadi petak-petak kuarter, masing- masing seluas kurang lebih 8 - 15
ha.
Apabila keadaan topografi.
memungkinkan, bentuk petak tersier sebaiknya bujur sangkar atau segi empat
untuk mempermudah pengaturan tata letak dan memungkinkan pembagian air secara
efisien. Petak tersier harus terletak langsung berbatasan dengan saluran
sekunder atau saluran primer. Perkecualian: kalau petak-petak tersier tidak
secara langsung terletak di sepanjang jaringan saluran irigasi utama yang
dengan demikian, memerlukan saluran tersier yang membatasi petak-petak tersier
lainnya, hal ini harus dihindari.
Panjang saluran tersier
sebaiknya kurang dari 1.500 m, tetapi dalam kenyataan kadang-kadang panjang
saluran ini mencapai 2.500 m. Panjang saluran kuarter lebih baik di bawah 500
m, tetapi prakteknya kadang-kadang sampai 800 m.
B. Petak sekunder
Petak sekunder terdiri
dari beberapa petak tersier yang kesemuanya dilayani oleh satu saluran
sekunder. Biasanya petak sekunder menerima air dari bangunan bagi yang terletak
di saluran primer atau sekunder. Batas-batas petak sekunder pada umumnya berupa
tanda-tanda topografi yang jelas, seperti misalnya saluran pembuang. Luas petak
sekunder bisa berbeda-beda, tergantung pada situasi daerah. Saluran sekunder
sering terletak di punggung medan mengairi kedua sisi saluran hingga saluran
pembuang yang membatasinya. Saluran sekunder boleh juga direncana sebagai
saluran garis tinggi yang mengairi lereng-lereng medan yang lebih rendah saja.
C. Petak primer
Petak primer terdiri dari
beberapa petak sekunder, yang mengambil air langsung dari saluran primer. Petak
primer dilayani oleh satu saluran primer yang mengambil airnya langsung dari
sumber air, biasanya sungai. Proyek-proyek irigasi tertentu mempunyai dua
saluran primer. Ini menghasilkan dua petak primer. Daerah di sepanjang saluran
primer sering tidak dapat dilayani dengan mudah dengan cara menyadap air dari
saluran sekunder.
Comments
Post a Comment