Laporan Fieldtrip Geomorfologi 2015 ( My Homework )
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Bumi memiliki 2 lempeng/kerak yaitu kerak
samudra (oceanic crust) dan kerak benua (continental crust). Bentuk bumi/roman
muka bumi atau landscape beranekaragam. Misalnya pada kerak benua (continental
crust) banyak di jumpai keanekaragaman roman muka bumi, baik itu gunung,
perbukitan, pegunungan, sungai, dataran, dan lain sebagainya. Perubahan-perubahan
roman muka bumi seperti ini dipengaruhi oleh adanya proses geomorfologi.
Maksudnya adalah perubahan–perubahan fisik, kimia dan biologis yang
mempengaruhi bentuk roman muka bumi. Penyebab proses ini disebut dengan
Geomorphic Agent yang disebabkan oleh adanya proses endogen (asal dalam),
Proses eksogen (asal luar) dan ada juga yang dipengaruhi dari luar bumi yang
disebut ekstraterestrial. Proses Endogen ini berupa Epirogenesa yaitu proses
pengangkatan yang membentuk suatu jalur pegunungan, Orogenesa yaitu proses
pengangkatan dalam skala kecil dan vulkanisme yaitu akibat dari aktivitas
magma. Proses Eksogen yaitu gaya asal dari luar yang mendorong terjadinya
gradasi (perubahan bentuk permukaan)
berupa Degradasi (pelapukan , gerakan tanah/mass wasting, erosi) dan agradasi
(deposisi/sedimentasi). Dan Proses Ekstraterstrial yang disebabkan oleh gaya
dari luar bumi seperti jatuhan meteor
Provinsi
Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang
memiliki keunikan dan keberagaman bentang alam yang tercipta dari proses
geologi jutaan tahun silam. Oleh karena itu diadakannya kuliah lapangan atau (fieldtrip)
dengan 3 lokasi pengamatan yang dituju, antara lain pada daerah gumuk pasir parangkusumo, singkapan di Dusun
Lenteng Satu Bantul, lalu yang terakhir Gua Gajah di Dusun Lemah Abang Bantul.
B.
Maksud dan Tujuan
1.
Untuk
mengetahui berbagai fenomena–fenomena geologi yang ada pada lokasi pengamatan.
2.
Mampu
mengenali berbagai gejala geologi apa saja yang ada pada lokasi pengamatan.
3.
Dapat
menjelaskan proses–proses yang terjadi pada lokasi pengamatan.
4.
Mampu
menginterpretasikan fenomena–fenomena geologi yang ada pada lokasi pengamatan.
C.
Letak dan Kesampaian Daerah
1.
Letak
Fieldtrip
tersebut kami lakukan ditiga daerah yaitu :
a.
Bentang
alam eolian yang berlokasi di Pantai Parangkusumo.
b.
Bentang
alam struktural yang berlokasi di Dusun lentheng 1, Desa Selopamioro, Kecamatan
Immogiri, Kabupaten Bantul, Provinsi D. I. Yogyakarta.
c.
Bentang
alam kars yang berlokasi di Goa Gajah, Desa Mangunan, Kecamatan Imogiri,
Kabupaten Bantul, Provinsi D. I. Yogyakarta
2.
Kesampian Daerah
a.
Pada
lokasi pengamatan pertama kami tempuh dari Kampus STTNas Yogyakarta sekitar 1
jam menggunakan bis angkutan umum. Dimana lokasi pengamatan pertama ini
merupakan hamparan gurun pasir yang merupakan hasil dari tiupan angin yang
material sedimennya bersumber dari gunung merapi. Pada lokasi ini kami
melakukan perjalanan dengan kaki untuk melihat bentang alam eolian.
Lalu naik bis kembali
menuju lokasi pengamatan kedua sekitar 35 menit
b.
Pada
lokasi pengamatan kedua berada dipinggir jalan dan dipinggir perkebunan tebu
milik masyarakat sekitar. Terlihat jelas dari pinggiran jalan bentang alam struktural
di lokasi pengamatan kedua ini.
Lalu naik bis kembali
menuju lokasi pengamatan ketiga sekitar 1 jam 30 menit
c.
Pada
lokasi ketiga, lokasi pengamatan dibagi menjadi dua tempat, yang pertama lokasi
pengamatan dilakukan didalam goa, dan yang kedua lokasi pengamatan dilakukan
diatas bukit. Pengamatan di lokasi ini memperlihatkan bentang alam kars, baik
proses eksogen maupun endogennya.
BAB
II
DASAR TEORI
DASAR TEORI
A.
Bentang
Alam Fluvial
Bentang alam
fluvial merupakan satuan geomorfologi yang erat hubungannya dengan proses
fluviatil. Proses fluviatil adalah semua proses yang terjadi di alam, baik
fisika maupun kimia yang mengakibatkan adanya perubahan bentuk permukaan bumi,
yang disebabkan oleh aksi air permukaan. Di sini yang dominan adalah air yang
mengalir secara terpadu/terkonsentrasi (sungai) dan air yang tidak
terkonsentrasi (sheet water). Tetapi alur-alur ada di lereng bukit atau gunung
dan terisi air bila terjadi hujan bukan termasuk bagian dari bentang alam
fluviatil, karena alur-alur tersebut berisi air sesaat setelah terjadinya hujan
(ephemeral stream).
Sebagaimana
dengan proses geomorfik yang lain, proses fluviatil akan menghasilkan suatu
bentang alam yang khas sebagai tingkah laku air yang mengalir di permukaan.
Bentang alam yang dibentuk dapat terjadi karena proses erosi maupun karena
proses sedimentasi yang dilakukan oleh air permukaan. Sungai merupakan aliran
air yang dibatasi suatu alur yang mengalir ke tempat/lembah yang lebih rendah
karena pengaruh gravitasi. Sungai termasuk sungai besar, sungai kecil maupun
anak sungai.
1.
Macam-macam
proses fluvial
Proses fluviatil
dapat dikelompokkan menjadi tiga macam yaitu:
a.
Proses
erosi
Menurut
Sukmana, 1979, proses erosi adalah suatu proses atau peristiwa hilangnya
lapisan permukaan tanah yang disebabkan oleh pergerakan air atau angin.
Sedangkan Arsyad, 1982, mendefinisikan proses erosi sebagai peristiwa pindahnya
atau terangkutnya tanah atu bagian-bagian tanah dari suatu tempat ke tempat
lain oleh media alami.
Menurut
Holy, (1980), berdasarkan agen penyebabnya, agen penyebab erosi dapat dibagi
menjadi empat macam, yaitu erosi oleh air, erosi oleh angin, erosi oleh gletser
dan erosi oleh salju. Dalam bentang alam ini, agen penyebab erosi yang paling
dominan adalah air. Sungai dapat mengerosi batuan sediment yang dilaluinya,
memotong lembah, memperdalam dan memperlebar sungai dengan cara-cara :
a)
Quarrying, yaitu
pendongkelan batu yang dilaluinya.
b)
Abrasi, yaitu
penggerusan terhadap batuan yang dilewatinya.
c)
Scouring, yaitu
penggerusan dasar sungai akibat adanya ulakan sungai,misalnya pada daerah cut
off slope.
d)
Korosi, yaitu
terjadinya reaksi terhadap batuan yang dilaluinya.
e)
Hydraulic action, kemampuan
air mengangkat dan memindahkan batuan atau material-material sediment dengan
gerakan memutar sehingga batuan pecah dan kehilangan fragmen.
f)
Solution, solution
dalam proses erosi berjalan lambat, tetapi
efektif dalam pelapukan dan erosi.
efektif dalam pelapukan dan erosi.
Berdasarkan
arahnya, erosi dapat dibedakan menjadi :
a)
Erosi ke arah hulu
(head ward erotion) adalah erosi yang terjadi pada ujung bagian hulu sungai.
b)
Erosi vertikal, erosi
yang arahnya tegak dan cenderung terjadi pada daerah bagian hulu pada sungai
dan menyebabkan terjadinya pendalaman lembah sungai
c)
Erosi lateral, yaitu
erosi yang arahnya mendatar dan dominan terjadi pada daerah tengah sungai yang
menyebabkan bertambah lebar dan panjang sungai.
Erosi yang berlangsung terus hingga
suatu saat akan mencapai batas dimana air sungai sudah tidak lagi mampu
mengerosi lagi (erotion base level). Erotion base level ini dapat dibagi
menjadi ultimate base level yang base level-nya berupa laut dan temporary base
level yang base level-nya lokal seperti danau, rawa, dll. Intensitas erosi pada
suatu sungai berbanding lurus dengan kecepatan aliran sungai tersebut. Erosi
akan lebih efektif bila media yang bersangkutan mengangkut bermacam-macam
material. Erosi memiliki tujuan akhir meratakan sehingga mendekati ultimate
base level.
b.
Sifat-sifat
erosi
1.
Intensitasnya sebanding
dengan aliran sungai.
2.
Makin banyak bercampur
dengan material lain maka erosi makin efektif.
3.
Selalu menuju ke
ultimate base level.
c.
Proses
Transportasi
Proses transportasi adalah proses
perpindahan/pengangkutan material yang diakibatkan oleh tenaga kinetis yang ada
pada sungai sebagai efek dari gaya gravitasi. Sungai mengangkut material hasil
erosinya dengan berbagai cara, yaitu :
a)
Traksi, yaitu material
yang diangkut akan terseret pada dasar sungai.
b)
Rolling, yaitu material
akan terangkut dengan cara menggelinding di dasar sungai.
c)
Saltationi, yaitu
material terangkut dengan cara menggelinding pada dasar sungai.
d)
Suspension, yaitu
proses pengangkutan material secara mengambang dan bercampur dengan air
sehingga menyebabkan air sungai menjadi keruh.
e)
Solution, yaitu
pengangkutan material larut dalam air dan membentuk larutan kimia.
Dalam membahas transportasi sungai
dikenal terminologi stream capacity yaitu jumlah beban maksimum yang mampu
diangkut oleh aliran sungai, dan stream competence yaitu ukuran maksimum beban
yang mampu diangkut oleh aliran sungai.
d.
Proses
Sedimentasi
Proses Sedimentasi adalah proses
pengendapan material karena aliran sungai tidak mampu lagi mengangkut material
yang di bawanya. Apabila tenaga angkut semakin berkurang, maka material yang
berukuran besar dan lebih berat akan terendapkan terlebih dahulu, baru kemudian
material yang lebih halus dan ringan. Bagian sungai yang paling efektif untuk
proses pengendapan ini adalah bagian hilir atau pada bagian slip of slope pada
kelokan sungai, karena biasanya pada bagian kelokan ini terjadi pengurangan
energi yang cukup besar. Ukuran material yang diendapkan berbanding lurus
dengan besarnya energi pengangkut, sehingga semakin ke arah hilir, energi
semakin kecil, material yang diendapkan pun semakin halus.
2.
Faktor-faktor
yang Mempengaruhi Proses Erosi dan Sedimentasi
a.
Kecepatan
Aliran Sungai
Kecepatan aliran sungai maksimal pada
tengah alur sungai, bila
sungai membelok maka kecepatan maksimal ada paad daerah cut off slope (terjadi erosi) karena gaya sentrifugal. Pengendapan terjadi bila kecepatan sungai menurun atau bahkan hilang.
sungai membelok maka kecepatan maksimal ada paad daerah cut off slope (terjadi erosi) karena gaya sentrifugal. Pengendapan terjadi bila kecepatan sungai menurun atau bahkan hilang.
b.
Gradien/kemiringan
lereng sungai
Bila air mengalir dari sungai yang
kemiringan lerengnya curam ke dataran yang lebih rendah maka kecepatan air
berkurang dan tiba-tiba hilang sehingga menyebabkan pengendapan pada dasar
sungai. Bila kemudian ada lereng yang terjal lagi, kecepatan akan meningkat
sehingga terjadi erosi yang menyebabkan pendalaman lembah.
c.
Bentuk
alur sungai
Aliran air akan menggerus bagian tepi
dan dasar sungai. Semakin besar gesekan yang terjadi maka air akan mengalir
lebih lambat. Sungai yang dalam, sempit dan permukaan dasarnya tidak kasar,
aliran airnya deras. Sungai yang lebar, dangkal dan permukaan dasarnya tidak
kasar, atau sempit, dalam tetapi permukaan dasarnya kasar, aliran airnya
lambat.
d.
Discharge
Merupakan volume air yang keluar dari
suatu sungai. Proses erosi dan transportasi terjadi karena besarnya kecepatan
aliran sungai dan discharge.
3.
Pola
Pengaliran (Drainage Pattern)
Bentuk-bentuk
tubuh air disebut sebagai pengaliran (drainage) meliputi danau, laut, sungai,
rawa dan sejenisnya. Melalui erosi dan penimbunan (deposisi) yang dilakukan
oleh air yang mengalir secara terus menerus, maka dapat menyebabkan perubahan
dan perkembangan dari tubuh air tersebut. Satu sungai atau lebih beserta anak
sungai dan cabangnya dapat membentuk suatu pola atau sistem tertentu yang
dikenal sebagai pola pengaliran (drainage pattern). Pola ini dapat dibedakan
menjadi beberapa macam variasi bergantung struktur batuan dan variasi
lotologinya.
a.
Pola
Pengaliran Rectangular
Pola pengaliran rectanguler adalah pola
pengaliran di mana anak-anak sungainya membentuk sudut tegak lurus dengan
sungai utamanya. Pola ini biasanya terdapat pada daerah patahan yang bersistem
teratur.
Rektangular, pada kekar dan/atau sesar yang saling
berpotongan tegaklurus.
b.
Pola
Pengaliran Dendritik
Pola
pengaliran dendritik adalah pola pengaliran berbentuk seperti pohon dan
cabang-cabangnya yang berarah tidak beraturan. Pola ini berkembang pada batuan
yang resistensinya seragam, lapisan sedimen mendatar,batuan beku massif, daerah
lipatan, dan daerah metamorf yang kompleks.
c.
Pola
Pengaliran Sejajar/Parallel
Pola pengaliran sejajar/parallel adalah
pola pengaliran yang arah alirannya sejajar. Pola ini berkembang pada daerah
yang lerengnya mempunyai kemiringan nyata, dan batuan-nya bertekstur halus.
d.
Pola
Pengaliran Trellis
Pola pengaliran trellis adalah pola
pengaliran yang berbentuk seperti daun dengan anak-anak sungai sejajar, sungai
utamanya biasanya memanjang searah dengan jurus perlapisan batuan. Pola ini
banyak dijumpai pada daerah patahan.
Trellis terarah, pada homoklin
landai, atau pada pesisir landai dengan gosong pantai (beach ridges).
Trellis terlengkungkan, pada
lipatan menunjam.
Trellis patahan,
pada sesar-sesar tidak begitu paralel dan bercabang.
Trellis patahan, pada
sesar-sesar tidak begitu paralel dan bercabang
e.
Pola
Pengaliran Radial
Pola pengaliran radial adalah pola
pengaliran yang arah-arah pengalirannya menyebar ke segala arah dari uatu
pusat. Umumnya berkembang pada daerah dengan struktur kubah stadia muda, pada
kerucut gunungapi, dan pada bukit-bukit yang berbentuk kerucut.
f.
Pola
Pengaliran Annular
Pola pengaliran annular adalah pola
pengaliran di mana sungai atau anak sungainya mempunyai penyebaran yang
melingkar, sering dijumpai pada daerah kubah berstadia dewasa.
Annular,
pada kekar dan/atau sesar yang bertemu tidak pada sudut tegaklurus.
g.
Pola
Pengaliran Multi Basinal
Pola pengaliran multi basinal disebut
juga sink hole, adalah pola pengaliran yang tidak sempurna, kadang tampak
kadang hilangyang disebut sebagai sungai bawah tanah, pola ini bekembang pada
daerah karst atau batugamping.
h.
Pola
Pengaliran Contorted
Pola pengaliran contorted adalah pola
pengaliran yang arah alirannya berbalik dar arah semula, pola ini terdapat pada
daerah patahan.
4.
Macam-macam
Bentang Alam Fluviatil
Bentang alam
fluviatil dapat dibedakan menjadi beberapa macam berdasar proses
pembentukannya, antara lain:
a)
Sungai Teranyam
(braided stream)
Gambar Braided Stream
Sungai teranyam
terbentuk pada bagian hilir sungai yang
mempunyai kemiringan datar atau hampir datar. Pembentukannya
dikarenakan oleh erosi yang berlebihan pada daerah hulu sungai sehingga
terjadi pengendapan pada bagian alurnya dan membentuk gosong tengah
(channel bar). Karena adanya gosong yang banyak dan berjajar (berderet),
maka alirannya memberikan kesan teranyam.
mempunyai kemiringan datar atau hampir datar. Pembentukannya
dikarenakan oleh erosi yang berlebihan pada daerah hulu sungai sehingga
terjadi pengendapan pada bagian alurnya dan membentuk gosong tengah
(channel bar). Karena adanya gosong yang banyak dan berjajar (berderet),
maka alirannya memberikan kesan teranyam.
b)
Bar Deposit (endapan
gosong)
Gambar Bar Deposit
Bar deposit adalah endapan sungai yang
terdapat pada bagian tepi atau tengah alur sungai. Endapan pada tengah alur
disebut sebagai gosong tengah
(channel bar) sedang endapan pada tepi disebut sebagai gosong tepi (point
bar).
(channel bar) sedang endapan pada tepi disebut sebagai gosong tepi (point
bar).
c)
Tanggul Alam (natural
levee)
Gambar Natural Levee
Tanggul alam adalah tanggul yang
terbentuk secara alamiah, hasil pengendapan luapan banjir dan terdapat pada
tepi sungai sebelah menyebelah. Material pembentuk tenggul alam berasal dari
material hasil transportasi sungai saat banjir dan diendapkan di luar saluran
sehingga membentuk tanggul-tanggul sepanjang aliran.
d)
Kipas Alluvial
(alluvial fan)
Gambar Alluvial Fan
Kipas alluvial adalah bentang alam
alluvial yang terbentuk oleh onggokan material lepas, berbentuk seperti kipas,
biasanya terdapat pada suatu dataran di depan gawir. Biasanya tersusun oleh
perselingan pasir dan
lempung unconsolidated sehingga merupakan lapisan penyimpan air yang cukup baik.
lempung unconsolidated sehingga merupakan lapisan penyimpan air yang cukup baik.
e)
Delta
Gambar Delta
Delta adalah bentang alam hasil
sedimentasi sungai pada bagian hilir
setelah masuk pada daerah base level. Selanjutnya akan dibahas sendiri
pada bab bentang alam pantai dan delta.
setelah masuk pada daerah base level. Selanjutnya akan dibahas sendiri
pada bab bentang alam pantai dan delta.
5.
Genesa
Pembentukan Lembah Sungai
Siklus lembah sungai dibagi menjadi tiga
tingkatan (stadia) yaitu muda dewasa dan tua :
a)
Stadia Muda, dicirikan
oleh :
-
Biasanya di daerah
hulu.
-
Sungai sangat aktif,
erosi berlangsung cepat.
-
Erosi vertikal lebih
kuat daripada erosi lateral.
-
Lembah sungai mempunyai
profil berbentuk V.
-
Gradien sungai curam, terdapat
jeram dan air terjun.
-
Anak sungai sedikit dan
kecil.
-
Aliran sungai deras
(energi pengangkutan besar).
-
Bentuk sungai relatif
lurus.
b)
Stadia Dewasa, ditandai
oleh :
-
Kecepatan aliran mulai
berkurang.
-
Gradien sungai sedang,
tidak terdapat jeram dan air terjun.
-
Mulai terbentuk dataran
banjir dan tanggul alam.
-
Erosi lateral (ke
samping) lebih kuat dari erosi vertikal.
-
Mulai terbentuk meander
sungai.
-
Pada tingkat ini sungai
mencapai kedalaman paling besar
c)
Stadia Tua, ditandai
oleh :
-
Kecepatan aliran
semakin berkurang.
-
Lebih banyak
sedimentasi daripada erosi.
-
Berkembang di daerah
hilir
-
Banyak terbentuk sungai
meander, danau tapal kuda dan tanggul alam.
-
Terjadi pelebaran
lembah walaupun sangat lembat
6.
Bentang
Alam Fluviatil dan Peta Topografi
Pada peta topografi alur sungai tampak
jelas oleh pola konturnya yang khas sepanjang alur sungai tersebut, yaitu
ditandai oleh garis kontur yang meruncing ke arah hulu.
7.
Aplikasi
Daerah-daerah yang termasuk bentang alam
fluviatil merupakan daerah yang sangat potensial bagi kebutuhan hidup manusia.
Daerah sekitar aliran sungai merupakan daerah yang sangat potensial untuk
penambangan material bahan bangunan seperti pasir dan batu kali, selain itu
airnya sangat vital untuk digunakan sebagai air minum, irigasi dan sebagainya.
Selain potensi sesumber, daerah aliran sungai juga dapat menjadi sumber potensi
bencana sepeti banjir dan tanah longsor. Bagian-bagian sungai yang memungkinkan
terjadinya proses sedimentasi adalah bagian sungai yang tingkat erosi
lateralnya mulai berkurang dan intensitas pengendapannya bertambah karena
berkurangnya energi transportasi, yaitu pada sungai dengan stadia dewasa-tua.
Dalam penambangan material sungai harus mempertimbangkan beberapa aspek antara
lain :
·
Dipilih lokasi yang
mudah untuk pengangkutan.
·
Akumulasi bahan tambang
yang relatif mudah diambil.
·
Tidak merusak
lingkungan sekitar (misalnya pondasi jembatan)
B.
Bentang
Alam Karst
Karst adalah
sebuah bentukan di permukaan bumi yang pada umumnya dicirikan dengan adanya
depresi tertutup (closed depression), drainase permukaan, dan gua. Bentang alam
atau morfologi karst terbentuk akibat proses karstifikasi dan proses pelarutan
kimia yang diakibatkan oleh aliran permukaan. Karst yang baik harus mengandung
potensi mineral kalsit sekitar70-90% hal ini dimaksudkan dengan kegiatan
pelarutan yang ada. Suatu kawasan karst mempunyai karakteristik yang khas, baik
wilayah permukaan (eksokarst) dan bawah permukaan (endokarst). Karst hanya
dijumpai di tempat-tempat tertentu. Pada awalnya pengertian karst merujuk pada
nama bentang alam “karst” ditimur kota Trieste, Slovenia. Karena kekhasannya
istilah karst kemudian dipakai untuk menyebut semua kawasan batugamping yang
telah mengalamisuatu proses kelarutan. Karst merupakan suatu wilayah
batugamping yang ditandai oleh adanya cekungan, lereng terjal, tonjolan bukit
berbatugamping tak beraturan, gua, mempunyai system aliran air bawah tanah.
Gambar gua
1.
Ciri – Ciri Karst
Penciri
karst sangat beraneka ragam secara garis besar dilihat dari mayor dan minornya.
Untuk minor bisa berupa lapis, karst split, parit karst, palung karst,
speleothem dan fitokasrt. Untuk mayor bisa berupa surupan, uvale, polje, jendela
karst, palung karst, gua, terowongan alam.
2.
Pembentukan Karst
Proses
pembentukan karst melibatkan apa yang disebut sebagai “Karbon dioksida
kebawah”. Hujan turun melalui atmosferdengan membawa karbon dioksida terlarut
dalam tetesan. Ketika hujan sampai ditanah, ia terperkolasi melalui tanah dan
menggunakan lebih banyak karbon dioksida. Infiltrasi air secara terus-menerus
secara alami membentuk retakan-retakan dan lubang pada batuan. Dalam periode
waktu yang lama, dengan suplai karbon dioksida terus-menerus yang kaya air,
lapisan karbonat mulai melarut.
Gambar lapisan
karbonat
3.
Bentuk-bentuk Sisa Pelarutan
a.
Kerucut
karst
Bukit Kars
yang berbentuk kerucut dan berlereng terjal dan dikelilingi oleh
depresi/bintang (Bloom, 1979)
Gambar Bukit Kars
b.
Menara Karst
Bukit sisa
pelarutan dan erosi berbentuk menara dengan lereng yang terjal, tegak atau
menggantung, terpisah satu dengan yang lain dan dikelilingi oleh dataran
alluvial
Gambar menara karst
c.
Mogote
Bukit terjal
yang merupakan sisa pelarutan dan erosi, umumnya dikelilingi oleh dataran
alluvial yang hampir rata (Flat)
Gambar Mogote
d.
Vaucluse
Gejala karst
yang berbentuk lubang tempat keluarnya aliran air tanah
Gambar Vaucluse
e.
Turm Karst
Lingkungan
karst yang berupa bukit-bukit kars (Kerucut kars) yang saling berhubungan
antara satu dengan yang lain.
Gambar Turm Karst
4.
Potensi Kawasan Karst
a.
Potensi
Ekonomi
Semakin
meroketnya jumlah penduduk tak ayal lagi membuat manusia berusaha untuk
bertahan hidup. Gua yang umumnya di jumpai dikawasan karst sudah lama dijadikan
manusia sebagai hunian. Selain sebagai hunian, kawasan karst juga tempat untuk
pertanian/peternakan, perkebunan, kehutanan, penambangan batu gamping,
penambangan guano (kotoran kelelawar), penyediaan air bersih, air irigasi dan
perikanan, serta kepariwisataan.
Salah satu
pemanfaatan yang merugikan adalah penambangan batu gamping. Dengan menggunakan
bahan peledak akan menganggu hewan didalamnya (kelelawar, burung walet).
Pemanfaatan yang baik untuk kelestarian kawasan karst adalah pariwisata yang
selalu berusaha untuk mempertahankan keaslian dan keunikan kawasan karst
tersebut.
b.
Potensi
Sosial
Nilai
sosial-budaya kawasan karst selain menjadi tempat tinggal juga mempunyai nilai
spiritual/religius, estitika, rekreasional dan pendidikan. Banyak tempat di
kawasan karst yang digunakan untuk kegiatan spiritual/religius. Banyak aspek
hubungan antara manusia dikaitkan dengan hal-hal yang bersifat spiritual
khususnya dengan keyakinan masyarakat dengan fenomena alam di sekitarnya
seperti halnya gua. Hubungan antara manusia dan alam disekitarnya pada dasarnya
akan memberikan pelajaran kepada manusia bagaimana melestarikan alam dan dekat
dengan Sang Penciptanya.
5.
Faktor yang
mempengaruhi Bentang Alam Karst
a.
Faktor
Fisik
Faktor-faktor
fisik yang mempengaruhi pembentukan topografi karst meliputi :
1)
Ketebalan batugamping,
yang baik untuk perkembangan karst adalah batu gamping yang tebal, dapat masif
atau yang terdiri dari beberapa lapisan dan membentuk unit batuan yang tebal,
sehingga mampu menampilkan topografi karst sebelum habis terlarutkan. Namun
yang paling baik adalah batuan yang masif, karena pada batugamping berlapis
biasanya terdapat lempung yang terkonsentrasi pada bidang perlapisan, sehingga
mengurangi kebebasan sirkulasi air untuk menembus seluruh lapisan.
2)
Porositas dan
permeabilitas, berpengaruh dalam sirkulari air dalam batuan. Semakin besar
porositas sirkulasi air akan semakin lancar sehingga proses karstifikasi akan
semakin intensif.
3)
Intensitas struktur
(kekar), zona kekar adlah zona lemah yang mudah mengalami pelarutan dan erosi
sehingga dengan adanya kekar dalam batuan, proses pelarutan berlangsung
intensif. Kekar yang baik untuk proses karstifikasi adalah kekar berpasangan
(kekar gerus), karena kekar tsb berpasangan sehingga mempertinggi porositas dan
permeabilitas. Namun apabila intensitas kekar sangat tinggi batuan akan mudah
tererosi atau hancur sehingga proses karstifikasi terhambat.
b.
Faktor
Kimiawi
1)
Kondisi kimia batuan,
dalam pembentukan topografi kars diperlukan sedikitnya 60% kalsit dalam batuan
dan yang paling baik diperlukan 90% kalsit.
2)
Kondisi kimia media
pelarut, dalam proses karstifikasi media pelarutnya adalah air, kondisi kimia
air ini sangat berpengaruh terhadap proses karstifikasi Kalsit sulit larut
dalam air murni, tetapi mudah larut dalam air yang mengandung asam. Air hujan
mengikat CO2 di udara dan dari tanah membentuk larutan yang bersifat asam yaitu
asam karbonat (H2CO3). Larutan inilah yang sangat baik untuk melarutkan
batugamping.
c.
Faktor
Biologis
Aktivitas
tumbuhan dan mikrobiologi dapat menghasilkan humus yang menutup batuan dasar,
mengakibatkan kondisi anaerobic sehingga air permukaan masuk ke zona anaerobic,
tekanan parsial CO2 akan meninggkat sehingga kemampuan melarutkannya juga
meningkat.
d.
Faktor
Iklim dan Lingkungan
Kondisi
lingkungan yang mendukung adalah adanya lembah besar yang mengelilingi tempat
yang tinggi yang terdiri dari batuan yang mudah larut (batugamping) yang
terkekarkan intensif. Kondisi lingkungan di sekitar batugamping harus lebih
rendah sehingga sirkulasi air berjalan dengan baik, sehingga proses
karstifikasi berjalan dengan intensif.
6.
Berikut adalah wilayah karst di
Indonesia :
·
Gunung Leuser (Aceh)
·
Perbukitan Bohorok (Sumut)
·
Payakumbuh (Sumbar)
·
Bukit Barisan, mencakup Baturaja
(Kabupaten Ogan Kombering Ulu)
·
Sukabumi selatan (Jabar)
·
Gombong, Kebumen (Jawa Tengah)
·
Pegunungan Kapur Utara, mencakup
daerah Kudus, Pati, Grobogan, Blora dan Rembang Jawa Tengah)
·
Pegunungan Kendeng, Jawa Timur
·
Pegunungan Sewu, yang membentang
dari Kabupaten Bantul di barat hingga Kabupaten Tulungagung di timur.
·
Sistem perbukitan Blambangan, Jawa
Timur
·
Perbukitan di bagian barat Pulau
Flores, tempat lokasi banyak gua, salah satu di antaranya adalah Liang Bua
(Nusa Temggara Timur, NTT)
·
Perbukitan karst Sumba (NTT)
C.
Bentang Alam
Marine
Geomorfologi
asal marin merupakan bentuk lahan yang terdapat di sepanjang pantai. Proses
perkembangan daerah pantai itu sendiri sangat dipengaruhi oleh kedalaman laut.
Semakin dangkal laut maka akan semakin mempermudah terjadinya bentang alam
daerah pantai, dan semakin dalam laut maka akan memperlambat proses terjadinya
bentang alam di daerah pantai. Selain dipengaruhi oleh kedalaman laut,
perkembangan bentang lahan daerah pantai juga dipengaruhi oleh :
1.
Struktur, tekstur, dan
komposisi batuan.
2.
Keadaan bentang alam
atau relief dari daerah pantai atau daerah di daerah sekitar pantai tersebut.
3.
Proses geomorfologi
yang terjadi di daerah pantai tersebut yang disebabkan oleh tenaga dari luar,
misalnya yang disebabkan oleh angin, air, es, gelombang, dan arus laut.
4.
Proses geologi yang
berasal dari dalam bumi yang mempengaruhi keadaan bentang alam di permukaan
bumi daerah pantai, misalnya tenaga vulkanisme, diastrofisme, pelipatan,
patahan, dan sebagainya.
5.
Kegiatan gelombang,
arus laut, pasang naik dan pasang surut, serta kegiatan organisme yang ada di
laut.
Di Indonesia, pantai yang ada pada
umumnya dialih fungsikan sebagai tempat wisata yang notabene dapat membantu
tingkat pendapatan suatu wilayah. Apabila masyarakat mengetahui bahwa garis
pantai bisa mengalami perubahan, maka akan muncul pemikiran-pemikiran agar
pantai tersebut tetap bisa dinikmati keindahannya meskipun sudah mengalami
perubahan
1.
Pengertian
Daerah Pantai
Berdasarkan
tahap-tahap perkembangannya, karakteristik garis pantai dapat dibedakan menjadi
beberapa pengertian, yaitu :
a.
Pantai(Shore)Shore
adalah daerah peralihan antara permukaan air tertinggi dan terendah.
Keterangan: a = permukaan air tertinggi b = permukaan air terendah c = shore
(pantai).
b.
Garis Pantai
(Shoreline) Shoreline adalah garis yang membatasi permukaan daratan dan
permukaan air. Garis batas ini selalu berubah-ubah sesuai dengan permukaan air
laut. Garis pantai tertinggi terjadi pada saat terjadi pasang naik
setinggi-tingginya, sedangkan garis pantai terendah terjadi pada saat terjadi
pasang surut serendah-rendahnya.
c.
Pantai Depan
(Foreshore) Foreshore adalah daerah sempit yang terdapat pada pantai yang
terletak di antara garis pasang naik tertinggi dengan garis pasang surut
terendah.
d.
Pantai Belakang
(Backshore) Backshore adalah bagian dari pantai yang terletak di antara pantai
depan (foreshore) dengan garis batas laut tetap (coastline). Daerah ini hanya
akan tergenang air apabila terjadi gelombang pasang yang besar. Dengan demikian
daerah ini akan kering apabila tidak terjadi gelombang pasang yang
intensitasnya besar. Bentang alam seperti ini biasanya terdapat pada daerah
pantai yang terjal, misalnya di pantai selatan Pulau Jawa.
e.
Pesisir (Coast) dan
Garis Pesisir (Coastline) Coast adalah daerah pantai yang tidak menentu dan
cenderung meluas ke daratan. Sedangkan coastline adalah garis batas laut yang
tetap dari pesisir. Daerah pesisir ini mempunyai kemiringan lereng yang landai
dengan luas yang tidak begitu besar pada daerah tepi pantai yang sebagian besar
merupakan daerah pantai terjal.
2.
Topografi
Pantai
Erosi
gelombang sangat mempengaruhi terjadinya garis pantai. Banyak faktor yang
mempengaruhi terjadinya erosi gelombang, misalnya ukuran dan kekuatan
gelombang, kemiringan lereng dan ketinggian garis pantainya, komposisi
batuannya, kedalaman airnya, serta lamanya proses tersebut berlangsung. Apabila
gelombang di laut dalam menghempas pantai yang curam, maka sebagian besar air
akan membalik kembali ke laut dan mengerosi lereng kliff tersebut dan naik dari
permukaan air yang dangkal.
a.
Kekuatan Gelombang
Gelombang pasang yang menghempas pantai merupakan penyebab pengikisan gelombang
secara langsung. Bekas-bekas pengikisan gelombang tersebut menyebabkan semakin
besarnya kekuatan gelombang.
b.
Kenampakan Hasil Kerja
Gelombang Seperti halnya tenaga pengikis yang lain, tenaga gelombang juga dapat
menyebabkan pengendapan selain menyebabkan pengikisan, sehingga di satu sisi
menebabkan kerusakan pantai dan di sisi yang lain akan menyebabkan berkembang
atau terbentuknya garis pantai.
c.
Kenampakan Hasil Arus
Litoral Arus litoral bekerja secara langsung pada permukaan tanah, terutama
pada tanah atau batuan yang lunak dan tidak kompak akan menjadi tenaga pengikis
yang sangat hebat. Hasil dari pengikisan ini akan diendapkan pada dasar air
yang dalam dan hanya sebagian saja yang ikut terbawa oleh arus.
3.
Daur
Perkembangan Garis Pantai
Daur
Perkembangan Garis Pantai yang Tenggelam Daur perkembangan garis pantai yang
tenggelam ini dapat dipengaruhi oleh erosi sungai. Gangguan yang terjadi di
kulit bumi dan topografi di sekitar garis pantai dapat mengalami perkembangan
besar. Hal ini tergantung dari keadaan batuannya, bentuk pantainya, kekuatan
gelombang dan arus lautnya, serta tingkat perkembangan atau stadium pantainya.
Stadium atau tingkatan perkembangan garis pantai yang tenggelam itu sendiri dapat dibedakan menjadi empat macam, yaitu :
Stadium atau tingkatan perkembangan garis pantai yang tenggelam itu sendiri dapat dibedakan menjadi empat macam, yaitu :
a.
Stadium dini atau awal
(initial stage) Pada tingkatan permulaan ini, keadaan garis pantai sangat tidak
teratur. Teluk-teluknya dalam dan dipisahkan oleh daratan.
b.
Stadium muda (youthful
stage) Keadaan pantai pada stadium ini sama tidak teraturnya dengan keadaan
pantai pada stadium dini. Gelombang akan menjalar dari suatu tempat ke tempat
lain di sepanjang garis pantainya dan mengikuti keadaan litologis atau struktur
batuannya. Pada stadium muda awal (early youth) ditandai dengan terdapatnya
pantai curam (cliff) yang sangat terjal, teras-teras gelombang yang sempit di
kaki pantai cliff tersebut, serta endapan pasir. Sedangkan pada stadium muda
akhir (late youth) ditandai dengan terdapatnya gisik yang makin mengecil ke
arah pantai dan jenis endapan berada di tempat yang dalam airnya. Gejala lain
dari stadium ini yaitu terbentuknya lagoon yang terbentuk di belakang dari
ambang yang bersambungan dan gosong pasir. Lagoon atau launa atau tasik itu
sendiri yaitu laut kecil yang umumnya terdapat di tepi pantai dan bentuknya
memanjang di sepanjang pantai tersebut dan terpisah dari laut oleh daratan yang
sempit.
c.
Stadium dewasa (mature
stage). Pada stadium ini perkembangan pantai yang tenggelam dengan kenampakan
topografinya yang khas sudah banyak yang hilang. Pulau kecil, semenanjung,
ambang yang bersambung, dan sebagainya dapat hilang atau berpindah tempat
karena pengaruh erosi gelombang. Selain itu pada stadium ini, pantai cliff akan
mengalami pelapukan yang hebat karena pengaruh cuaca dan kemiringan lerengnya
semakin landai. Demikian juga dengan ketinggian dinding pantai di sekitar teluk
yang menjadi semakin rendah karena pengaruh angin dan sungai. Arus litoral pada
stadium ini dapat menyapu hasil-hasil endapan pantai pada jarak yang sangat
jauh.
d.
Stadium tua (old
stage). Karena pengaruh waktu, perkembangan garis pantai akhirnay mencapai usia
tua. Hal ini ditandai oleh semakin melemahnya tenaga erosi yang berasal dari
daratan mendekati permukaan air laut, sehingga material yang dibawa oleh
gelombang dan arus laut banyak diendapkan di sepanjang garis pantai tersebut.
Bentang lahan di daerah ini kelihatan sangat landai sekali dan merupakan
dataran pantai dengan sudut kemiringan lerengnya sangat rendah atau kecil.
4.
Proses
Terbentuknya Pantai
Tenaga
yang mempengaruhi proses pembentukan pantai, baik secara langsung maupun tidak
langsung ada beberapa macam, yaitu gelombang laut, arus litoral, pasang naik
dan pasang surut, tenaga es, dan kegiatan organisme laut.
a.
Gelombang Air Laut.
Gelombang dapat terjadi dengan beberapa cara, misalnya longsoran tanah laut,
batu yang jatuh dari pantai curam, perahu atau kapal yang sedang lewat, gempa
bumi di dasar laut, dan lain sebagainya. Diantaranya adalah gelombang yang
disebabkan oleh angin. Angin akan berhembus dengan kencang apabila terjadi
ketidakseimbangan tekanan udara. Karena tekanan yang tidak sama di permukaan
air itulah yang menyebabkan permukaan air berombak. Adanya gelombang ini sangat
penting dalam perkembangan garis pantai.
b.
Arus Litoral. Selain
gelombang air laut, arus litoral juga merupakan tenaga air yang sangat penting
pengaruhnya dalam pembentuka garis pantai. Pengaruh arus litoral terhadap
perkembangan garis pantai dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu tekanan atau
kekuatan angin, kekuatan gelombang laut, kedalaman air, dan bentuk pantainya. Apabila
bentuk pantainya landai dan proses pengendapannya cukup besar, maka arus
litoral mempunyai pengaruh yang sangat penting sebagai tenaga pengangkut. Pada
daerah pantai yang tersusun dari batuan yang tidak kompak, proses erosi akan
bekerja sangat intensif. Jika hasil pengendapan terangkut dari permukaan air
yang dangkal menuju permukaan air yang lebih dalam, maka arus litoral merupakan
tenaga yang sangat efektif dalam proses pengendapan di pantai.
c.
Pasang Naik dan Pasang
Surut. Pengaruh pasang-surut yang terpenting terhadap pembentukan pantai adalah
naik-turunnya permukaan air laut dan kekuatan gelombangnya. Apabila gelombang
besar terjadi pada saat pasang naik akan merupakan tenaga perusak yang sangat
hebat di pantai. Arus air yang ditimbulkan oleh pasang naik dan pasang surut
akan bergerak melalui permukaan terbuka dan sempit serta merupakan tenaga
pengangkut endapan daratan yang sangat intensif.
d.
Tenaga Es. Pengaruh
tenaga es yang terpenting yaitu adanya pengkerutan es dan pemecahan atau
pencairan es. Air yang berasal dari bawah akan naik dan mengisi celah-celah dan
akhirnya akan membeku. Apabila terjadi perubahan iklim, maka es akan mencair
sehingga permukaan airnya akan bertambah besar.
e.
Organisme. Jenis
binatang laut yang sangat penting dalam proses pembentukan garis pantai beserta
perubahannya salah satunya yaitu binatang karang. Binatang karang yang paling
banyak membentuk batuan karang ialah golongan polyps. Polyps merupakan jenis
binatang karang yang sangat kecil yang hidup dengan subur pada air laut yang
memiliki kedalaman antara 35-45 meter. Jenis makhluk hidup lain yang
berpengaruh pada perkembangan pantai ialah tumbuh-tumbuhan ganggang (algae).
Ganggang merupakan jenis mikro flora yang dapat membantu pengendapan dari
larutan yang mengandung kalsium karbonat menjadi endapan kapur.
D.
Bentang
Alam Struktural
Bentang
alam struktural adalah bentang alam yang pembentukannya dikontrol oleh struktur
geologi daerah yang bersangkutan. Struktur geologi yang paling berpengaruh
terhadap pembentukan morfologi adalah struktur geologi sekunder, yaitu struktur
yang terbentuk setelah batuan itu ada.
Struktur sekunder biasanya terbentuk oleh adanya proses endogen yang bekerja adalah proses tektonik. Proses ini mengakibatkan adanya pengangkatan, pengkekaran, patahan dan lipatan yang tercermin dalam bentuk topografi dan relief yang khas. Bentuk relief ini akan berubah akibat proses eksternal yang berlangsung kemudian. Macam-macam proses eksternal yang terjadi adalah pelapukan (dekomposisi dan disintergrasi), erosi (air, angin atau glasial) serta gerakan massa (longsoran, rayapan, aliran, rebahan atau jatuhan). Beberapa kenampakan pada peta topografi yang dapat digunakan dalam penafsiran bentang alam struktural adalah :
Struktur sekunder biasanya terbentuk oleh adanya proses endogen yang bekerja adalah proses tektonik. Proses ini mengakibatkan adanya pengangkatan, pengkekaran, patahan dan lipatan yang tercermin dalam bentuk topografi dan relief yang khas. Bentuk relief ini akan berubah akibat proses eksternal yang berlangsung kemudian. Macam-macam proses eksternal yang terjadi adalah pelapukan (dekomposisi dan disintergrasi), erosi (air, angin atau glasial) serta gerakan massa (longsoran, rayapan, aliran, rebahan atau jatuhan). Beberapa kenampakan pada peta topografi yang dapat digunakan dalam penafsiran bentang alam struktural adalah :
a.
Pola pengaliran.
Variasi pola pengaliran biasanya dipengaruhi oleh variasi struktur geologi dan
litologi pada daerah tersebut.
b.
Kelurusan-kelurusan
(lineament) dari punggungan (ridge), puncak bukit, lembah, lereng dan
lain-lain.
c.
Bentuk-bentuk bukit,
lembah dll.
d.
Perubahan aliran
sungai, misalnya secara tiba-tiba, kemungkinan dikontrol oleh struktur kekar,
sesar atau lipatan.
Macam-macam Bentang Alam Struktural.
Bentang alam struktural dapat dikelompokkan berdasarkan struktur yang
mengontrolnya. Srijono (1984, dikutip Widagdo, 1984), menggambarkan klasifikasi
bentang alam struktural berdasarkan struktur geologi pengontrolnya menjadi 3
kelompok utama, yaitu dataran, pegunungan lipatan dan pegunungan patahan. Pada
dasarnya struktur geologi yang ada tersebut dapat ditafsirkan keberadaannya
melalui pola ataupun sifat dari garis kontur pada peta topografi.
1.
Bentang
alam dengan struktur mendatar (Lapisan Horisontal)
Menurut
letaknya (elevasinya) dataran dapat dibagi menjadi 2,yaitu :
a.
Dataran rendah, adalah
dataran yang memiliki elevasi antara 0-500 kaki dari muka air laut.
b.
Dataran
tinggi(plateau/high plain), adalah dataran yang menempati elevasi lebih dari
500 kaki diatas muka air laut.
Kenampakan-kenampakan bentang alam pada kedua dataran tersebut hampir sama, hanya dibedakan pada reliefnya saja. Pada daerah berstadia muda terlihat datar dan dalam peta tampak pola kontur yang sangat jarang. Pada daerah yang berstadia tua, sering dijumpai dataran yang luas dan bukit-bukit sisa(monadnock), yang sering dijumpai mesa dan butte. Perbedaan mesa dengan butte adalah mesa mempunyai diameter(d) lebih besar dibandingkan dengan ketinggiannya(h). Sedangkan butte sebaliknya.(lihat gambar)
Kenampakan-kenampakan bentang alam pada kedua dataran tersebut hampir sama, hanya dibedakan pada reliefnya saja. Pada daerah berstadia muda terlihat datar dan dalam peta tampak pola kontur yang sangat jarang. Pada daerah yang berstadia tua, sering dijumpai dataran yang luas dan bukit-bukit sisa(monadnock), yang sering dijumpai mesa dan butte. Perbedaan mesa dengan butte adalah mesa mempunyai diameter(d) lebih besar dibandingkan dengan ketinggiannya(h). Sedangkan butte sebaliknya.(lihat gambar)
Pola penyaluran yang berkembang pada
daerah yang berstruktur mendatar adalah dendritik. Hal ini dikontrol oleh
adanya keseragaman resistensi batuan yang ada di permukaan.
Gambar Kenampakan mesa dan butte
2.
Bentang
Alam dengan Struktur Miring
Hampir
semua lapisan diendapkan dalam posisi yang mendatar. Sedimen yang mempunyai
kemiringan asal diendapkan pada dasar pengendapan yang sudah miring, seperti
pada lereng gunung api dan disekitar terumbu karang. Kemiringan lapisan sedimen
yang demikian disebut kemiringan asal dengan sudut maksimum 350(Tjia, 1987).
Kebanyakan sedimen yang memperlihatkan kemiringan, disebabkan karena adanya proses geologi yang bekerja pada suatu daerah tersebut. Morfologi yang dihasilkan oleh proses tersebut akan memperlihatkan pola yang memanjang searah dengan jurus perlapisan batuan. Berdasarkan besarnya sudut kemiringan dari kedua lerengnya, terutama yang searah dengan kemiringan lapisan batuannya, bentang alam ini dapat dibagi menjadi 2, yaitu :
Kebanyakan sedimen yang memperlihatkan kemiringan, disebabkan karena adanya proses geologi yang bekerja pada suatu daerah tersebut. Morfologi yang dihasilkan oleh proses tersebut akan memperlihatkan pola yang memanjang searah dengan jurus perlapisan batuan. Berdasarkan besarnya sudut kemiringan dari kedua lerengnya, terutama yang searah dengan kemiringan lapisan batuannya, bentang alam ini dapat dibagi menjadi 2, yaitu :
a.
Cuesta. Pada cuesta
sudut kemiringan antara kedua sisi lerengnya tidak simetri dengan sudut lereng
yang searah perlapisan batuan. Sudut kelerengan kurang dari 450 (Thornbury,
1969, p.133), sedangkan Stokes & Varnes, 1955 : p.71 sudut kelerengannya
kurang dari 200. Cuesta memiliki kelerengan fore slope yang lebih curam
sedangkan back slopenya relatif landai pada arah sebaliknya sehingga terlihat
tidak simetri.
b.
Hogback. Pada hogback,
sudut antara kedua sisinya relatif sama, dengan sudut lereng yang searah
perlapisan batuan sekitar 450(Thornbury, 1969, p.133). sedangkan Stokes &
Varnes, 1955 : p.71 sudut kelerengannya lebih dari 200. Hogback memiliki
kelerengan fore slope dan back slope yang hampir sama sehingga terlihat
simetri.
3.
Bentang
alam dengan Stuktur Lipatan
Lipatan
terjadi karena adanya lapisan kulit bumi yang mengalami gaya kompresi (gaya
tekan). Pada suatu lipatan yang sederhana, bagian punggungan disebut dengan
antiklin, sedangkan bagian lembah disebut sinklin. Unsur-unsur yang terdapat
pada struktur ini dapat diketahui dengan menafsirkan kedudukan lapisan
batuannya. Kedudukan lapisan batuan(dalam hal ini arah kemiringan lapisan
batuan) pada peta topografi, akan berlawanan arah dengan bagian garis kontur.
Gambar Kenampakan beberapa bentang alam
struktural
yang rapat (fore slope/antidip slope).
yang rapat (fore slope/antidip slope).
4.
Struktur
antiklin dan sinklin
Pada prinsipnya penafsiran pada kedua
struktur ini berdasarkan atas kenampakan fore slope/antidip slope dan back
slope/dipslope yang terdapat secara berpasangan. Bila antidip slope saling
berhadapan (infacing scarp), maka terbentuk lembah antiklin, sedangkan apabila
yang saling berhadapan adalah back slope/dipslope, disebut lembah sinklin. Pola
pengaliran yang dijumpai pada lembah antiklin biasanya adalah pola trellis.
a b
Gambar Sketsa dan contoh pola garis
kontur pada pegunungan lipatan (a) lembah antiklin, b).lembah sinklin.
5.
Struktur
antiklin dan sinklin menunjam
Struktur
ini merupakan kelanjutan atau perkembangan dari pegunungan lipatan satu arah
(cuesta dan hogback) dan dua arah (sinklin dan antiklin). Bila tiga fore slope
saling berhadapan maka disebut sebagai lembah antiklin menunjam. Sedangkan bila
tiga back slope saling berhadapan maka disebut sebagai lembah sinklin menunjam.
Gambar Sketsa dan contoh pola garis
kontur pada struktur sinklin dan antiklin menunjam.
6.
Struktur
lipatan tertutup
·
Kubah
Bentang alam ini
mempunyai ciri-ciri kenampakan sebagai berikut :
a.
Kedudukan lapisan
miring ke arah luar (fore slope ke arah dalam).
b.
Mempunyai pola kontur
tertutup.
c.
Pola penyaluran radier
dan berupa bukit cembung pada stadia muda.
d.
Pada stadia dewasa
berbentuk lembah kubah dengan pola penyaluran annular.
·
Cekungan
Bentang alam ini
mempunyai kenampakan sebagai berikut :
a.
Kedudukan lapisan
miring ke dalam (back slope ke arah dalam).
b.
Mempunyai pola kontur tertutup
c.
Pada stadia muda pola
penyalurannya annular.
Gambar Sketsa dan contoh pola kontur
pada struktur lipatan tertutup kubah/dome, cekungan/basin.
7.
Bentang
Alam dengan Struktur Patahan
Patahan
(sesar) terjadi akibat adanya gaya yang bekerja pada kulit bumi, sehingga
mengakibatkan adanya pergeseran letak kedudukan lapisan batuan. Berdasarakan
arah gerak relatifnya, sesar dibagi menjadi 5, yaitu :
a.
Sesar normal/ sesar
turun (normal fault)
b.
Sesar naik( reverse
fault)
c.
Sesar geser mendatar
(strike-slip fault)
d.
Sesar diagonal
(diagonal fault/ oblique-slip fault)
e.
Sesar rotasi (splintery
fault/hinge fault)
Secara umum bentang alam yang dikontrol
oleh struktur patahan sulit untuk menentukan jenis patahannya secara langsung.
Untuk itu, dalam hal ini hanya akan diberikan ciri umum dari kenampakan
morfologi bentang alam struktural patahan, yaitu :
a.
Beda tinggi yang
menyolok pada daerah yang sempit.
b.
Mempunyai resistensi
terhadap erosi yang sangat berbeda pada posisi/elevasi yang hampir sama.
c.
Adanya kenampakan
dataran/depresi yang sempit memanjang.
d.
Dijumpai sistem gawir
yang lurus(pola kontur yang lurus dan rapat).
e.
Adanya batas yang curam
antara perbukitan/ pegunungan dengan dataran yang rendah.
f.
Adanya kelurusan sungai
melalui zona patahan, dan membelok tiba-tiba dan menyimpang dari arah umum.
g.
Sering
dijumpai(kelurusan) mata air pada bagian yang naik/terangkat.
h.
Pola penyaluran yang
umum dijumpai berupa rectangular, trellis, concorted serta modifikasi
ketiganya.
i.
Adanya penjajaran
triangular facet pada gawir yang lurus.
Gambar Kenampakan triangular facets yang
mengindikasikan adanya sesar.
E.
Bentang
Alam Eolian
Bentang alam eolian merupakan bentang
alam yang dibentuk karena aktivitas angin. Bentang alam ini banyak dijumpai
pada daerah gurun pasir. Gurun pasir sendiri lebih diakibatkan adanya pengaruh
iklim. Gurun pasir diartikan sebagai daerah yang mempunyai curah hujan
rata-rata kurang dari 26 cm/tahun. Gurun pasir tropik terletak pada daerah
antara 350 LU sampai 350 LS, yaitu pada daerah yang mempunyai tekanan udara tinggi
dengan udara sangat panas dan kering. Gurun pasir lintang rendah terdapat di
tengah-tengah benua yang terletak jauh dari laut atau terlindung oleh
gunung-gunung dari tiupan angin laut yang lembab sehingga udar yang melewati
gunung dan sampai pada daerah tersebut adalah udara yang kering.
1.
Proses-Poses
Oleh Angin
Angin meskipun bukan sebagai agen
geomorfik yang sangat penting (topografi yang dibentuk oleh angin tidak banyak
dijumpai), namun tetap tidak dapat diabaikan. Proses-proses yang disebabkan
oleh angin meliputi erosi, transportasi dan deposisi.
a.
Erosi
oleh angin
Erosi
oleh angin dibedakan menjadi dua macam, yaitu deflasi dan abrasi/korasi.
Deflasi adalah proses lepasnya tanah dan partikel-partikel kecil dari batuan
yang diangkut dan dibawa oleh angin. Sedangkan abrasi merupakan proses
penggerusan batuan dan permukaan lain oleh partikel-partikel yang terbawa oleh
aliran angin.
b.
Transportasi
oleh angin
Cara
transportasi oleh angin pada dasarnya sama dengan transportasi oleh air yaitu
secara melayang (suspension) dan menggeser di permukaan (traction). Secara umum
partikel halus (debu) dibawa secara melayang dan yang berukuran pasir dibawa
secara menggeser di permukaan (traction). Pengangkutan secara traction ini
meliputi meloncat (saltation) dan menggelinding (rolling).
c.
Pengendapan
oleh angin
Jika
kekuatan angin yang membawa material berkurang atau jika turun hujan, maka
material-material (pasir dan debu) tersebut akan diendapkan.
2.
Macam-Macam
Bentang Alam Eolian
Dilihat
dari proses pembentukannya, bentang alam eolian dapat dikelompokkan menjadi 2,
yaitu bentang alam akibat proses erosi oleh angin dan bentang alam akibat prose
pengendapan oleh angin.
a.
Bentang
Alam Eolian Akibat Proses Erosi
Proses
erosi oleh angin dibedakan menjadi 2, yaitu deflasi dan abrasi. Bentang alam
yang disebabkan oleh proses erosi ini juga dibedakan menjadi 2 yaitu bentang
alam hasil proses deflasi dan bentang alam hasil proses abrasi.
·
Bentang
Alam Hasil Proses Deflasi.
Bentang
alam hasil proses deflasi dibedakan menjadi 3 macam :
1.
Cekungan
Deflasi (Deflationbasin)
Deflasi
merupakan cekungan yang diakibatkan oleh angin pada daerah yang lunak dan tidak
terkonsolidasi atau material-material yang tersemen jelek. Cekungan tersebut
akibat material yang ada dipindahkan oleh angin ke tempat lain. Contoh cekungan
ini terdapat di Gurun Gobi yang terbentuk karena batuan telah diurai oleh
adanya pelapukan. Cekungan ini mempunyai ukuran antara 300 m sampai lebih dari
45 km panjangnya dan dari 15m sampai 150 m dalamnya.
Gambar Cekungan Deflasi
2.
Lag
Gravel
Deflasi
terhadap debu dan pasir yang ditinggalkan merupakan material yang kasar
(gravel, bongkah dan fragmen yang besar), disebut lagstone. Akumulasi seperti
itu dalam waktu yang lama bisa menjadi banyak dan menjadi lag gravel atau
bahkan sebagai desert pavement, dimana sisa-sisa fragmennya berhubungan satu
sama lain saling berdekatan.
Gambar Desert Pavement. Angin
memindahkan material halus meninggalkan material kasar (gravel, bongkah &
berangkal) membentuk lag deposit.
3.
Desertvarnish
Beberapa
lagstone yang tipis, megkilat, berwarna hitam atau coklat dan permukaannya
tertutup oleh oksida besi dikenal desert varnish.
Gambar Desert varnish di Australia.
b.
Bentang
Alam Hasil Prose Abrasi
Bentang
alam hasil proses abrasi atau korasi antara lain :
1.
Ventifact
Beberapa
sisa batuan berukuran bongkah-berangkal yang dihasilkan oleh abrasi angin yang
mengandung pasir akan membentuk einkanter (single edge) atau dreikanter (three
edge). Einkanter terbentuk dari perpotongan antara pebble yang mempunyai kedudukan
tetap dengan arah angin yang tetap/konstan. Dreikanter terbentuk dari
perpotongan antara pebble yang posisinya overturned akibat pengrusakan pada
bagian bawah dengan arah angin yang tetap atau dapat juga disebabkan oleh arah
angin yang berganti-ganti terhadap pebble yang mempunyai kedudukan tetap,
sehingga membentuk bidang permukaan yang banyak.
Gambar Macam-macam Ventifact.
2.
Polish
Polish
ini terbentuk pada batuan yang mempunyai ukuran butir halus, digosok oleh angin
yang mengandung pasir (sand blast) atau yang mengandung silt (silt blast)yang
mempunyai kekuatan lemah, sehingga hasilnya akan lebih mengkilat, misalnya pada
kwarsit akibat erosi secara abrasi akan lebih mengkilat.
3.
Grooves
Angin
yang mengadung pasir dapat juga menggosok dan menyapu permukaan batuan
membentuk suatu alur yang dikenal sebagai grooves. Pada daerah kering, alur
yang demikian itu sangat jelas. Alur-alur tersebut memperlihatkan kenampakan
yang sejajar dengan sisi sangat jelas.
4.
Sculpturing
(Penghiasan)
Batu
jamur (mushroom rock) yaitu batu yang tererosi oleh angin yang mengandung pasir
sehingga bentuknya menyerupai jamur (mushroom).
Gambar Mushroom rock.
5.
Yardang
Pada
batuan yang halus, abrasi oleh angin secara efektif memotong sepanjang alur
rekahan membentuk bentukan sisa yang berdiri memanjang yang disebut yardang.
Kehadiran rekahan-rekahan mempunyai pengaruh penting pada orientasi beberapa
yardang. Material yang halus tertransport sedangkan lapisan yang resisten
membentuk perlapisan dengan material lain yang kurang kompak.
Gambar Yardang
c.
Bentang
Alam Hasil Pengendapan Angin
Jika
kekuatan angin yang membawa material berkurang atau jika turun hujan, maka
material-material yang terbawa oleh angin akan diendapkan. Bentang alam hasil
proses pengendapan oleh angin ini dibedakan menjadi 2 yaitu : dune dan Loess.
1.
Dune
Dune
adalah suatu timbunan pasir yang dapat bergerak atau berpindah, bentuknya tidak
dipengaruhi oleh bentuk permukaan ataupun rintangan. Berdasarkan ukurannya,
hasil proses pengendapan material pasir, yaitu ripples, dunes dan megadunes
-
Ripples lebar berukuran
5 cm - 2m dan tinggi 0,1 – 5 cm
-
Dunes lebar 3 – 600 m
dan tinggi 0,1 – 15 m
-
Megadunes lebar 300 – 3
km dan tinggi 20 – 400 m
Gambar wind ripples
ü
Transversal
Dune
Transversal
dune merupakan punggungan-punggungan pasir yang berbentuk memanjang tegak lurus
dengan arah angin yang dominan. Bentuk ini tidak dipengaruhi oleh
tumbuh-tumbuhan.
Gambar Transversal Dune
ü
Parabolic
Dune
Parabolic
dune merupakan dune yang berbentuk sekop/sendok atau berbentuk parabola. Bentuk
ini dipengaruhi oleh adanya tumbuh-tumbuhan.
Gambar Parabolic Dunes
ü
Longitudinal
Dune
Longitudinal
dune merupakan punggungan-pungungan pasir yang terbentuk memanjang sejajar
dengan arah angin yang dominan. Material pasir diangkut secara cepat oleh angin
yang relatif tetap.
Gambar Longitudinal Dune.
Klasifikasi menurut Emmon’s (1960)
bentuk-bentuk dune dapat bermacam-macam, tergantung pada banyaknya pertambahan
pasir, pengendapan di tanah, tumbuh-tumbuhan yang menghalangi dan juga arah
angin yang tetap. Berdasrkan hal-hal tersebut, maka tipe-tipe dune digolongkan
menjadi :
1.
Lee
dune (Sand Drift)
Lee
dune/sand drift adalah dune yang berkembang memanjang, merupakan punggungan
pasir yang sempit, berada di belakang batuan atau tumbuh-tumbuhan. Dune ini
mempunyai kedudukan tetap, tetapi dengan adanya penambahan jumlah pasir yang
banyak maka dapat juga menjadi jenis dune yang bergerak dari ujung sand drft.
Gambar Sand Drift
2.
Longitudinal
dune
Longitudinal
dune mempunyai arah memanjang searah dengan arah angin yang efektif dan
dominan. Terbentuk karena angin tertahan oleh rumput atau pohon-pohon kecil.
Kadang-kadang berbentuk seperti lereng dari suatu lembah.
Gambar
Longitudinal dunes
3.
Barchan
Barchan
terbentuk pada daerah yang terbuka, tak dibatasi oleh topografi/tumbuh-tumbuhan
dimana arah angin selalu tetap dan penambahan pasir terbatas dan berada di atas
batuan dasar yang padat. Barchan ini berbentuk koma dengan lereng yang landai
pada bagian luar, serta mempunyai puncak dan sayap.
Gambar Barchan
4.
Seif
Seif
adalah longitudinal dune yang berbentuk barchan dengan salah satu lengannya
jauh lebih panjang akibat kecepatan angin yang lebih kuat pada lengan yang
panjang. Misalnya di Arabian Sword, seif berasosiasi dengan barchan dan
berkebalikan antara barchan menjadi seif. Perubahan yang lain misalnya dari
seif menjadi lee dune.
Gambar Seif Dune
5.
Transversaldune
Transversal
dune terbentuk pada daerah dengan penambahan pasir yang banyak dan kering,
angin bertiup secara tetap misalnya pada sepanjang pantai. Pasir yang banyak
itu akan menjadi suatu timbunan pasir yang berupa punggungan atau deretan
punggungan yang melintang terhadap arah angin.
6.
Complexdune
Complex
dune terbentuk pada daerah dengan air berubah-ubah, pasir dan vegetasi agak
banyak. Barchan, seif dan transversal dune yang berada setempat-tempat akan
berkembang sehingga menjadi penuh dan akan terjadi saling overlap sehingga akan
kehilangan bentuk-bentuk aslinya dan akan mempunyai lereng yang bermacan-macam.
Keadaan ini disebut sebagai complex dune. Menurut Emmons (1960, dalam
Thornbury, 1969), dune ini biasanya mempunyai ketinggian antara 6 – 20 m,
tetapi beberapa dune dapat mencapai ketinggian beberapa puluh meter. Sedangkan
kecepatan bergerak atau berpindahnya berbeda-beda tergantung pada kondisi
daerahnya. Biasanya tidak lebih dari beberapa meter per tahun, tetapi ada juga
yang sampai 30 m per tahun.
Gambar Complex Dune.
2.
Loess
Gambar Distribusi global deposito utama
sedimen loess
Daerah yang luas tertutup material-material
halus dan lepas disebut Loess. Beberapa endapan loess yang dijumpai di Cina
barat mempunyai ketebalan sampai beberapa ratus meter. Sedangkan di tempat lain
kebanyakan endapan loess tesebut hanya mencapai beberapa meter saja. Beberapa
endapan loess menutupi daerah yang sangat subur. Penyelidikan secara
mikroskopis memperlihatkan bahwa loess berkomposisi partikel-partikel angular
dengan diameter kurang dari 0,5 mm terdiri dari kuarsa, feldspar, hornblende
dan mika. Kebanyakan butiran-butiran tersebut dalam keadaan segar atau baru
terkena pelapukan sedikit. Kenampakan itu menunjukkan bahwa loess tersebut
merupakan hasil endapan dari debu dan lanau yang diangkut dan diendapkan oleh
angin.
BAB
III
HASIL
DAN ANALISIS DATA
A.
Bentang
Alam Eolian
Dari
hasil fieldtrip dilapangan yang dilakukan pada hari minggu tanggal 31 Mei 2015
pukul 09.07 WIB, lokasi pengamatan pertama dipantai Parangkusumo. Plotinglokasi
menggunakan GPS didapat titik koordinat : S
: 08 00’ 52.07”E
: 110 18’ 56.04”
1.
Aspek
Morfometri
Morfometri
ini mengacu pada perhitungan peta topografi.
a.
Beda tinggi : -
b.
Slope : ± 36°
c.
Panjang lembah : ± 15 meter
d.
Lebar lembah : ± 10 meter
Gambar beda tinggi
& panjang lembah
Gambar Slope
2.
Proses
Eksogen
Proses yang dipengaruhi
dari luar bumi.
a.
Tingkat pelapukan : menengah
b.
Tingkat erosi : menengah
c.
Tingkat transportasi : tinggi
d.
Tingkat sedimentasi : -
e.
Arah angin : tenggara – barat laut
Gambar Proses eksogen
3.
Proses
Endogen
Proses yang dipengaruhi
dari dalam bumi.
a.
Vulkanik : -
b.
Tektonik : -
c.
Struktur : Ripple mark (bergelombang)
4.
Morfogenesa
:
Jenis–jenis Gumuk Pasir yang berkembang di Gumuk Pasir
Parangkusumo :
a.
Barchan
Barchan terbentuk pada daerah yang terbuka, tak dibatasi
oleh topografi atau tumbuh-tumbuhan dimana arah angin selalu tetap dan
penambahan pasir terbatas dan berada di atas batuan dasar yang padat. Barchan
ini berbentuk koma, dengan lereng yang landai pada bagian luar, serta mempunyai
puncak dan sayap.
Gambar Barchan
b.
Longitudinal Dune
Longitudinal dune merupakan punggungan-punggungan pasir yang
berbentuk memanjang sejajar dengan arah angin yang dominan. Material pasir
diangkut secara cepat oleh angin yang relatif tetap.
Gambar Longitudinal Dune
c.
Ripple Dune
Ripple dune merupakan struktur yang berada pada gumuk pasir
menyerupai silang siur yang berbentuk memanjang searah arah angin yang dominan.
Terbentuk akibat adanya material pasir halus yang terangkut oleh angin.
Gambar Ripple Dune
5.
Vegetasi : berduri,
mempunyai lapisan lilin (menghambat proses penguapan), daun lancip.
Gambar Suket Grinting
Vegetasi
gambar vegetasi secara
umum daerah lokasi pengamatan 1
B.
Bentang
Alam Struktural
Dari hasil
fieldtrip dilapangan yang dilakukan pada hari minggu tanggal 31 Mei 2015 pukul 10.55
WIB, lokasi pengamatan kedua diLanteng 1, Selopamioro, Imogiri, Bantul, D. I.
Yogyakarta. Lokasi pengamatan di pinggir jalan, ploting
lokasi menggunakan GPS didapat titik koordinat : S 07º56’57.1’’ E 110º24’01.7’’
1.
Aspek
Morfometri
Morfometri
ini mengacu pada perhitungan peta topografi.
e.
Beda tinggi : ± 50 meter
f.
Slope : ± 68°
(tersayat kuat)
g.
Panjang lembah : ± 10 meter
h.
Lebar lembah : ± 25 meter
Gambar
Beda tinggi & panjang lembah
2.
Proses
Eksogen
Proses yang dipengaruhi
dari luar bumi.
a.
Tingkat pelapukan : menengah
b.
Tingkat erosi : rendah
c.
Tingkat transportasi : rendah
d.
Tingkat sedimentasi : menengah – rendah
3.
Proses
Endogen
Proses yang dipengaruhi
dari dalam bumi.
a.
Vulkanik : batuan hasil letusan
gunung api,
Berupa batuan breksi
piroklastik dan
batuan tuff ukuran
pasir.
b.
Tektonik : sesar mendatar steps
fault dan sesar
turun
c.
Vegetasi : pohon jati, pohon
pisang, pohon tebu
4.
Stadia
Sungai :
tua ( berbatasan dengan bentang alam
Fluvial )
5.
Morfogenesa
Pada
lokasi pengamatan yang kedua ini kami menemukan singkapan batuan vulkanik
berupa perlapisan batuan antara breksi piroklastik dengan batupasir tuffan,
dimana lapisan yang paling dibawah
adalah batupasir tuffan kemudian di bagian atas adalah breksi piroklastik.
Dengan arah jurus dan kemiringan N 184 E/ 26
Gambar Bidang
perlapisan batuan dan strike/dip
Pada
singkapan batuan ini kami menjumpai kenampakan sebuah struktur yaitu sesar
turun/normal (normal fault) yang ditandai dengan adanya perlapisan yang tidak
singkron dan sesar mendatar yang ditandai dengan adanya sliken side (gores
garis), sehingga dapat diindikasikan bahwa pada singakapan tersebut
dikontrol oleh struktur atau termasuk ke dalam bentang alam struktural.
Gambar
Struktur Sesar Turun/Normal (Normal
Fault)
Gambar
sliken side (garis gores)
Gambar
struktur loadcast
6.
Litologi : breksi
gunung api dan batuan tuff pasiran.
C.
Bentang
Alam Karst
Dari
hasil fieldtrip dilapangan yang dilakukan pada hari minggu tanggal 31 Mei 2015
pukul 13.50 WIB, lokasi pengamatan ketiga di Desa Mangunan, Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul,
Provinsi D. I. Yogyakarta Ploting lokasi menggunakan
GPS didapat titik koordinat : S : 07 56’ 41.40” E : 110 26’ 24.60”
1.
Aspek
Morfometri
Morfometri
ini mengacu pada perhitungan peta topografi.
i.
Beda tinggi : 45 meter
j.
Slope : 40°
k.
Panjang lembah : 300 meter
l.
Lebar lembah : 50 meter
2.
Proses
Eksogen
Proses yang dipengaruhi
dari luar bumi.
a. Tingkat
pelapukan : tinggi
b. Tingkat
erosi : tinggi
c. Tingkat
transportasi : sedang – tinggi
d. Tingkat
sedimentasi : sedang – tinggi
Gambar proses eksokars
Gambar lapies pada
permukaan batugamping lapuk
3.
Proses
Endogen
Proses yang dipengaruhi
dari dalam bumi.
a.
Vulkanik : -
b.
Tektonik : pengangkatan
(uplift)
c.
Vegetasi : pohon jati
4.
Morfogenesa
Goa Gajah adalah
sebuah goa alami yang namanya diambil dari adanya sebuah gumpalan batugamping
yang berbentuk menyerupai gajah didalam goa. Goa ini merupakan goa horizontal
dengan kedalaman sekitar 200 meter, akan tetapi untuk kedalaman yang sesungguhnya
belum ada yang tau dikarenakan adanya tumpukan tanah di sebagaian goa sehingga
jalan menjadi sempit untuk dilalui, kondisi alam goa ini masih cukup alami
dengan adanya stalaktit dan stalakmit (speleotherms) yang masih alami dan bagus
di sepanjang goa.
Gambar stalaktit dan
tiang
Gambar tirai goa
Di goa gajah ini juga terdapat
banyak kehidupan, contohnya binatang sejenis kelelawar yang hidup di dalam goa
tersebut, sehingga banyak sekali kotoran-kotoran kelelawar sepanjang goa yang menutupi
jalan dan stalakmit yang ada disana. Sehingga oleh warga sekitar banyak yang
diambil untuk dibersihkan dan memanfaatkan kotoran kelelawar tersebut sebagai
pupuk untuk tanaman mereka dikarenakan didalam kotoran kelelawar tersebut
banyak terkandung fosfat yang dapat menyuburkan tanaman atau perkebunan warga.
Gambar kelelawar
Gambar kotoran
kelelawar
Pada
gua ini juga memiliki litologi berupa batugamping mengandung fosil Pelecypoda. Mempunyai arah strike/dip :
N 750 E / 70.
Gambar hasil
dari proses endokarst
5.
Tata
guna lahan
daerah
penelitian merupakan perkebunan dengan vegetasi yang menjadi ciri khas bentang
alam karst yaitu pohon jati dan beberapa tumbuhan yang beradaptasi tumbuh di
daerah karst.DiGoa
Gajah ini oleh penduduk sekitar dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan semen
sebagai bahan bangunan, dll.
BAB IV
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari hasil fieldtrip pada hari minggu, tanggal 31
Mei 2015 dapat penulis simpulkan bahwa mempelajari ilmu tentang geomorfologi suatu
wilayah/daerah sangat penting bagi seorang mahasiswa khususnya mahasiswa
geologi. Karena roman muka bumi ini sangat relief bentuknya, dan ada berbagai
macam bentang alam serta proses-proses yang mengakibatkan terbentuknya bentang
alam yang ada di permukaan bumi ini yang menyusun, mengubah bahkan yang
bersifat menghancurkan baik di luar maupun didalam bumi. Bentang alam tersebut
yaitu antara lain :
1.
Lokasi Pengamatan
pertama
Daerah
penelitian pertama berlokasi di Parangkusumo, merupakan bentang alam Eolian
dengan bentukan lahan gumuk pasir tipe gumuk pasir melintang (transverse dune)
bentuk ripple. Dibentuk oleh material pasir pantai yang berasal dari gunung
Merapi yang aktif menyuplai material pasir tersebut. Yang tertransportasi
dengan media air melalui sungai opak, dan diendapkan dimuara / pantai,
disinilah material tersebut akan kembali kepermukaan tanah karena adanya ombak.
Dan akan dibangun oleh media angin yang (eksogen) yang menerbangkan material
pasir tersebut dan terakumulasi di tempat dimana lokasi pengamatan dilakukan.
Tata guna lahan di lokasi pengamatan merupakan cagar alam geologi gumuk pasir
Parangkusumo dengan vegetasi yang tumbuh diantaranya pohon cemara, pandan dan
suket grinting.
2.
Lokasi
Pengamatan kedua
Daerah
penelitian kedua berlokasi di dusun Lanteng 1, Desa Selopamioro, Kecamatan
Imogiri, Kabupaten Bantul, Provinsi D. I. Yogyakarta. Bentang alam yang
diteukan di lokasi pengamatan kedua ini berupa bentang alam Struktural yang
tercermin dari pola kontur yang sangat rapat pada peta topografi. Pada daerah penelitian
dijumpai struktur geologi berupa sesar turun dan sesar mendatar. Tata guna
lahan daerah penelitian merupakan perkebunan dengan vegetasi yang tumbuh diantaranya
pohon jati, pohon pisang dan pohon tebu. Terdapat sungai stadia dewasa – tua,
dilihat dari peta topografi.
3.
Lokasi Pengamatan
ketiga
Daerah
penelitian ketiga berlokasi di dusun Lemahabang, Mangunan, Dlingo, merupakan
bentang alam Karst dicirikan oleh litologinya berupa batugamping. Pada daerah
tersebut terdapat bentukan lahan Eksokarst berupa perbukitan karst, dijumpainya
bentukan sinkhole dan batugamping dengan struktur lapies. Dan bentukan lahan
Endokarst berupa goa dengan beberapa ornament meliputi stalaktit, tirai goa dan
tiang goa. Tata guna lahan daerah penelitian yaitu perkebunan dengan vegetasi
yang menjadi ciri khas bentang alam karst yaitu pohon jati dan beberapa
tumbuhan yang beradaptasi tumbuh di daerah karst.
B.
Saran
Semoga
dengan adanya kegiatan fieldtrip geomorfologi ini untuk kedepannya bisa lebih
di kembangkan lagi agar praktikan tidak hanya sekedar memahami materi/teorinya
saja, tetapi juga bisa memahami pada saat praktik langsung dilapangan.
Comments
Post a Comment